If This Was a Movie chapter 5

FINALLY setelah 24 hari yang panjang, gue akhirnya nulis If This Was a Movie lagi. Setelah 24 hari penuh teror dari Megan-Audit-Claudia, akhirnya bisa posting. Akhirnya, finally, akhirnya, finally... Chapter ini rada susah gue tulis karena lagi bertolak belakang dengan keadaan gue yang lagi ber-Masumi Hayami sekali (re: seneng). 
Kiwkiwkiw this is it, If This Was a Movie chapter 5 by Tipluk Pattinson.

***


Cerita sebelumnya....

Valda Valencia berlari kecil memasuki kelas Maddi. Ia mengetuk ngetuk meja Maddi berkali kali untuk mengajak Maddi ngobrol di luar. Maddi dengan malas melepaskan headphone milik Grey lalu berjalan keluar bersama gadis berambut pirang yang biasa dipanggil Vald.
                “What’s up?” tanya Maddi dengan malas.
                “Malas banget sih? Udah enggak kangen sama Vald lagi?” goda Vald.
                “Eum.. Bukan gitu, Vald. Ada apa?” tanya Maddi sambil tertawa terpaksa.
                “Gini… Ini soal… Cowok yang waktu itu aku ceritakan.” kata Vald dengan wajah memerah. Maddi mencoba mengingat ingat tentang cowok yang terakhir kali Vald ceritakan sekitar dua bulan yang lalu. Maddi mencoba mengingat siapa nama cowok itu, tapi tetap saja dia lupa. Yang ada di otak nya hanya Grey, Adam, Cameron…
                “Wait, yang dua bulan lalu kau ceritakan?” tanya Maddi heran. Vald tertawa lalu mengangguk.
                “Maddi pasti sudah lupa siapa cowoknya..” katanya sambil tertawa. Maddi tersenyum tipis lalu kembali mencoba mengingat. Tiba-tiba ia tersentak. Ya Tuhan, aku tidak percaya ini kebetulan. Di saat seperti ini….. Ini tidak mungkin, mana mungkin ia juga menyukai Grey?
                “Maddi?” panggil Vald lagi. Ya Tuhan, Vald juga menyukai Grey?
                “Kau masih menyukai Grey?” tanya Maddi dengan nada sinis.
                “Honestly, aku sempat melupakannya. Lalu tiba-tiba aku teringat lagi padanya dan menyukainya lagi. Itu sebabnya aku datang kesini menemuimu.. Aku tau kau kan sekarang duduk dengan Grey.. Eum.. Apa Grey masih bersama Tiffany? Atau dia sudah putus dan punya pacar baru? Ceritakan padaku tentang dia sekarang, Madd!” seru Vald dengan senyum sumeringah. Maddi tersenyum separo. Tangannya di tarik oleh Vald dan mereka berjalan menuju kantin. Vald bercerita banyak hal tentang Grey, tentang mereka yang saling mengirim pesan, tentang Grey yang sering menyapanya.
                Maddi hanya merespon seadanya. Responnya kali ini benar benar 100 persen berbeda dari pertama kali Vald bercerita kalau dia menyukai Grey. Maddi merasakan sesuatu yang ganjal pada dirinya. Ia merasa seperti hatinya retak secara perlahan lahan.
***
                “Maddi?” panggil Adam. Maddi menoleh lalu mengangguk.
                “What’s up?” tanyanya dengan nada tak bersemangat. Adam menatap Maddi lalu memerhatikan raut wajah Maddi yang terlihat sangat kusut.
                “Ish, kamu kenapa, Madd? Getting angry with someone?” tanya Adam sambil membereskan buku buku di mejanya. Tidak biasanya Maddi pindah ke kursi sebelah Adam ketika Mackenzie tidak ada. Ia selama ini lebih senang bersama Grey.
                “No, I’m fine.” jawab Maddi singkat sambil meraih iPod Adam. Ia langsung memasang earphone-nya dan menyentuh layar iPod Adam. Ia membenamkan kepalanya di meja sambil sedikit bersenandung.
                “Apa? Kau baik? Bodoh, kau fikir aku tidak tahu kau cemburu melihat mereka?” tanya Adam sambil melirik sinis ke arah pintu kelas dimana ada Grey dan Vald yang sedang bercanda.
                “Cemburu melihat siapa?” tanya Maddi dengan nada mengejek. Adam mendengus kesal lalu duduk dan mendekatkan dirinya ke telinga Maddi. Ia berbisik, “Greyson dan Valda.” Seketika Maddi merasa ada aliran listrik di tubuhnya. Suara milik Adam membuat bulu kuduknya merinding. Jantungnya berdegup kencang. Hal ini sering ia rasakan setiap ia bersama Grey.
                Maddi tersentak, dalam hatinya ia terus meneriakan kata tidak. Perasaan deg degan ini wajar Maddi rasakan ketika ia bersama Adam, tentu saja, Maddi memang sudah lama menaruh hati pada Adam. Tapi mana mungkin Maddi juga mempunyai perasaan yang sama untuk Grey?
                Greyson Chance bukanlah cowok yang ada dalam daftar cowok impian Maddi. Tak pernah sekalipun Maddi berfikir untuk moving on dari seorang Adam Young menuju Greyson Chance. Tapi semakin ia berkata tidak mungkin, semakin hatinya mengatakan ia menyukai Grey.
                Maddi kembali bertanya tanya. Kenapa ia selalu merasa harus ada Grey? Kenapa ia merasa begitu senang ketika Grey menatap matanya dan tersenyum? Kenapa ia selalu meraasa kehilangan ketika Grey tidak masuk sekolah atau tidak membalas pesannya? Kenapa ia selalu merasa deg degan ketika Grey menyentuh tangannya?  Kenapa ia harus merasa sakit ketika Vald bilang ia masih menyukai Grey? Kenapa ia harus merasa begitu? Apa alasannya?
                Maddi melepas earphone milik Adam lalu menatap ke arah pintu. Grey dan Vald masih bercanda disana. Rasanya seperti  hatinya tertusuk lalu di belah menjadi dua secara perlahan lahan. Rasanya seperti jantungnya mulai berhenti berdetak. Rasanya seperti perutnya melilit. Ia merasa cemburu.
                Adam menatap Maddi dan mulai memahami arti dari raut wajah Maddi. Tadi ia merasa marah kepada Vald, sekarang ia merasa sakit karena Vald dekat dengan Grey. Entah kenapa Adam juga ikut merasakan pedih yang tergambar di raut wajah Maddi.
                Hati Adam seperti tersayat. Hatinya yang terluka di sayat lagi oleh raut wajah Maddi yang begitu kacau dan dipenuhi kesedihan. Ingin sekali rasanya Adam menghentikan semua ini, mengklik tombol stop dan semuanya selesai sudah. Tapi kehidupan bukanlah film yang dengan mudahnya bisa kita hentikan dan Adam tahu itu.
                Maddi meringis lalu memasang earphone biru milik Adam lagi. Maddi mulai berimajinasi, ia ingin bangun dari kursi milik Mackenzie dan mendatangi Grey dan Vald lalu memisahkan mereka berdua. Adam pun begitu. Ia berimajinasi untuk menepuk pundak Maddi dan mengatakan semua perasaannya. Adam mau Maddi bahagia dan Adam merasa Grey bisa membuat Maddi bahagia. Tapi kalau cowok yang Maddi suka sudah mulai membuatnya menangis walaupun baru sekali, mana mungkin seorang Adam Young tega?
                Maddi takut mengakui perasaannya. Ia masih menyukai Adam tapi ia tahu Adam menyukai Mackenzie. Tapi ia juga merasa aneh jika ia menyukai teman sebangkunya. Maddi mulai menggalau, ia menarik nafasnya. Maddi melirik Adam dan menemukan Adam terdiam di sampingnya. Pandangan Adam kosong.
                Adam berfikir untuk menyudahi semua kebohongannya selama ini –berpura pura menyukai Mackenzie. Ia ingin Maddi tau yang sebenarnya. Ia menyayangi Maddi dan ia ingin Maddi bersamanya, bukan bersama Grey.
                “DAMN!” seru Maddi tepat ketika Grey mengusap kepala Vald. Adam tersentak lalu menoleh ke arah Maddi. “Maddi kau kenapa?” tanya Adam panik. Tangan Maddi menggenggam lengan Adam. Genggamannya sangat kuat sampai sampai Adam bisa merasakan getaran tangan Maddi.
                “Maddi, kau kenapa?!”
                “Aku baru sadar, Dam…”
                “Apa yang terjadi?”
                “Ini konyol, sungguh. Aku tidak pernah menyangka ini semua akan terjadi.”
                “Maddi kau kenapa?”
                “Adam, kau benar.. Aku….”
                “Kau kenapa, Madd?” tanya Adam semakin panik. Maddi lalu menunduk sambil terus menggenggam lengan Adam kuat.
                “Aku… Aku cemburu. Aku menyukai Greyson….” kata Maddi lirih. Adam tersentak, ia tidak bisa berkomentar apa apa. Bahkan untuk membuka bibirnya saja susah. Adam mencoba untuk menahan sakit yang ia rasa, tapi ia sudah tidak sanggup lagi. Beberapa hari belakangan ini, ketika ia mulai menyadari Maddi menyukai Grey, ia masih bisa bertahan. Tapi sekarang, ia mendengar langsung dari bibir mungil Maddi dan itu membuatnya merasa kesakitan.
                Jika ia bisa melihat hatinya, ia berani bersumpah hatinya sudah terbagi menjadi dua sekarang.


To be continued...

5 komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.