If This Was a Movie chapter 14

Audisi MPK hari ketiga.
Kelas 7D, jam 3 sore.

                Bangku bangku masih kosong ketika gue teringat bahwa Prita, salah satu calon MPK baru adalah ITWAM readers gue. Secara iseng sekaligus kepedean, gue langsung nanya.
               “Prita di ITWAM suka siapa? Maddi atau Mackenzie?” tanya gue sambil nyengir.
                Prita yang mukanya tegang langsung ketawa kecil. “Suka.. Maddi kak!”
                “Oh gitu.. Kalo kata kamu, Maddi mending sama siapa? Greyson atau Adam?” tanya Gue. Selintas gue liat dia dan dia langsung menoleh tepat disaat gue menyebutkan nama Greyson. Gue cuman tersenyum kecil, dasar kepo tersembunyi!
                “Ya Maddi sama Greyson lah kak!”
                “Duh.. Kalo tiba tiba… Vald yang malah sama Greyson?”
                Prita terdiam, mukanya langsung berubah aneh. Mimiknya langsung berubah dari sumeringah jadi menolak. “Ih, kok gitu sih kak? Ih jangan kak... Jadinya aneh.. Mending Maddi sama Greyson aja… Jangan sama yang lain....”
                “Kenapa gitu?” tanya gue sambil ketawa.
                “Ya.. Maddi tuh udah cocok sama Greyson! Jadi mending sama Greyson aja…”
                “Iya Kak Ti! Mending Maddi sama Greyson!” kata Ditra ikutan nimbrung.
                Gue terdiam dan pada akhirnya berbisik, “ah aku juga maunya gitu, Prit…” kata gue sambil melirik ke arah bangku dibelakang bangku Prita yang di duduki oleh dia…
                Greyson Chance yang sebenarnya.

***


                Maddi dan Greyson terus berpandangan namun dengan ekspresi yang berbeda. Greyson menggeram marah sementara Maddi tersenyum sumeringah. Maddi mencoba untuk menahan tawa kesenangannya namun tawanya tak bisa berhenti. Ia tersenyum lalu mengacak acak rambut Greyson.
                “Kenapa tertawa sih, Madd? Aku serius!” seru Greyson dengan tampang badmood-nya. Maddi makin tertawa lagi, jantungnya berdegup kencang.
                “Hahaha, tatap mata aku.” pinta Maddi sambil tertawa. Greyson menaikan alisnya heran.
                “Aku sudah menatapmu dari tadi!”
                “Jangan tatapan itu, tatapan mu… Yang lain.” kata Maddi sambil mencari cari kata yang tepat. Ia tidak mau ‘memulai’, ia ngin Greyson yang memulai semuanya. Maddi tidak ingin mengeluarkan kata kata ‘tatapan mata hangatmu’ dari mulutnya. Tidak, ia tidak ingin terlihat berharap.
                Eksperesi Greyson berubah ubah. Dari bingung menjadi aneh sampai akhirnya ia memutuskan untuk menarik nafas panjang, membungkukan tubuhnya lalu menatap Maddi hangat.
                “Nah, seperti itu.” kata Maddi sambil tersenyum lebar.
                “Lalu? Jawab pertanyaanku.”
                “Hahaha, tidak semudah itu.”
                “Apa sih maksudmu?” tanya Greyson kesal.
                “Jangan merusak keadaan, tolol.” kata Maddi dengan nada kesal.
                Greyson menarik nafas panjang, mencoba mengatur perasaannya lalu tersenyum kecil. “Iya, maaf Maddi-ku sayang…” kalimat Greyson mampu membuat pipi Maddi merona. Detak jantung Maddi terlalu kencang untuk tidak di dengar oleh Greyson, ia tertawa.
                “Kamu gugup sekali….” kata Greyson. Maddi tersenyum kecil.
                “Pastinya, aku sudah lama menantikan saat ini.”
                “Akupun begitu…”
                Maddi terkekeh. “Memangnya sejak kapan?” tanyanya jahil.
                “Sejak aku mulai merasakan ini.” kata Greyson sambil menempelkan tangan Maddi tepat di jantungnya. Maddi tersentak, detak jantung Greyson cukup cepat, mungkin sama cepatnya dengan miliknya. Ia ingin sekali menangis, kepastian benar benar akan datang kepadanya.
                “Jadi.. Kamu cemburu?” tanya Maddi malu malu.
                Greyson mendelik ke arah Adam. “Siapa yang tidak cemburu sih?”
                “Hahahaha, aduh. Aku speechless.” kata Maddi dengan mata berkaca kaca. Greyson tersentak, ia selalu bingung jika melihat ada wanita yang menangis. “Aduh, kau kenapa Madd?” tanya Greyson.
                Maddi menggeleng. “Tidak…”
                “Jujurlah, kalau aku menyakitimu aku minta maaf. Tapi aku sudah tidak tahan seperti ini. Hidup tanpa kepastian, berjalan terus menerus namun tak kunjung membuahkan hasil. Aku sudah menghabiskan waktuku untuk meyakinkan diriku sendiri dan ketika aku yakin, aku tidak mau kehilangan kamu.” kata Greyson pelan. Maddi tersenyum kecil.
                “Apakah semua hal yang aku lakukan belum cukup untuk membuatmu percaya bahwa kau begitu berarti bagiku?”
                “Untukku pribadi.. Belum. Belum ada kepastian langsung darimu.”
                “Akupun menunggu kepastian darimu, Greys.”
                “Aku akan berikan itu, setelah aku tahu kepastian darimu.”
                “Duh, jangan berbelit belit seperti ini. Aku kapok untuk memulai.”
                “Kenapa kamu kapok?”
                “Aku… Aku selalu memulai dan pada akhirnya aku tak mendapatkan apa apa.”
                “Tapi kau harus meyakinkanku jika kau ingin kepastian dariku.”
                “Apa setelah semua yang kulakukan untukmu belum cukup untuk menunjukkan betapa aku mencintaimu, Greyson?” tanya Maddi dengan air mata yang mulai jatuh. Greyson terdiam, lalu menggeleng. “Belum, belum cukup. Aku kira semua yang kamu berikan padaku hanya sebatas sahabat. Hanya bercanda. Tak ada kepastian.”
                “Lalu kenapa kamu  tidak meminta kepastian itu?”
                “Karena kamu selalu mundur satu langkah ketika aku sudah maju.”
                “Lalu, sekarang? Aku berada tepat di sampingmu.”
                “Kau yakin kau tidak kemana mana?”
                “Tidak, aku bersamamu.”
                “Lalu Adam? Kau mencintainya kan?”
                “Iya, aku mencintainya. Dulu, dulu sekali. Sebelum aku menemukan kamu.”
                “Lalu sekarang?”
                “Aku sudah melupakannya.”
                “Secepat itu?”
                “Apa maksudmu?”
                “Kau kira aku tidak tahu kau bersedih saat mereka jadian?”
                “Dia sudah memberikan kepastian padaku, Greys.”
                “Kepastian apa?”
                “Semuanya.. Kenapa dia memilih Kenzie daripada aku…”
                “Dan kau sakit hati?”
                “Tidak.”
                “Dan kau kecewa?”
                “Biasa saja. I’ve moving.”
                Greyson menatap ke luar dengan tatapan gusar. “Totally?”


                “Of course. Totally on you, Greys.” jawab Maddi pasti. Greyson terdiam, ia berfikir keras. Ia lalu tersenyum lebar. Iya tahu Maddi tidak berbohong. Akhirnya kepastian itu datang dan kini Greyson yakin bahwa Maddi adalah gadis yang tepat, gadis yang selama ini ia cari.
                Kabin pesawat sudah redup, hampir seluruh siswa sudah tertidur. Greyson meraih tangan Maddi lalu menggenggamnya erat tanpa melihat wajah Maddi. Maddi yang sejak tadi sedang harap harap cemas langsung tersenyum lebar, sedikit lagi.. Sedikit lagi Greyson Chance yang menjadi Prince Charming di hatinya akan menjadi miliknya. Ia bedoa supaya kepastian itu akan datang, malam ini.
                “Aku.. Butuh kepastian untuk membuat hatiku nyaman bersamamu. Aku pernah jatuh dan sering patah hati. Aku selalu ditinggal pergi oleh mantanku dan aku tidak mau di hubungan selanjutnya seperti itu lagi. Itu sebabnya aku… Tidak kunjung memberi kepastian padamu.”
                “Ugh, Greys….”
                “Aku… Sayang padamu, Maddi.”
                Maddi mendesah. Air matanya kembali tumpah.
                “Aku…. Tidak bisa memalingkan pandangan mataku darimu. Aku takut kau baik padaku hanya sebatas sahabat, tidak aku tidak mau itu.”
                Maddi mempererat genggaman tangan Greyson.
                “Aku… Janji akan menjagamu, menemanimu dan selalu di sisimu.”
                Maddi meneteskan air matanya lagi.
                “Aku tidak ingin kamu bersedih dan menangis, tidak. Aku ingin di sisimu, bukan sebagai teman. Bukan sebagai sahabat. Bukan sebagai kakak. Bukan sebagai pacar. Tapi kombinasi dari itu semua. Aku ingin kamu nyaman bersamaku. Aku ingin kita tidak berpisah.”
                “Greys….” Maddi menumpahkan air matanya lagi. Greyson menaruh kepala Maddi di bahunya lalu ia tersenyum kecil. “Maaf, mungkin kamu menunggu lama…”
                Mereka berdua saling terdiam. Keduanya sama sama merasa bahagia, akhirnya perasaan mereka sampai pada saat menemukan kepastiannya. Greyson lalu memeluk Maddi dengan satu tangan lalu menempatkan dagunya di kepala Maddi. Ia mendesah, “ah, jangan menangis.”
                Maddi terisak lalu tertawa. “Habisnya aku sangat bahagia.”
                “Akupun begitu. Aku kira kita tidak akan begini.”
                “Aku kira.. Hanya aku yang mencintaimu.”
                “Aku juga pernah berfikir begitu, Madd.”
                “Aduh, akhirnya kepastian untukku datang juga.”
                “Jadi penantianmu tidak sia sia ya?” tanya Greyson.
                Maddi menggeleng. “Tidak, sama sekali tidak.”
                “Jadi sekarang kamu ini pacarku?” tanya Greyson dengan wajah tersipu.
                “Tentunya. Siapa yang tidak mau jadi pacar kamu.” kata Maddi dengan nada jahil.
                “Ah, kamu ini!” seru Greyson sambil tertawa.
                “Hahaha, makasih ya Greys.”
                “Untuk apa?”
                “Untuk semua kebahagiaan ini.” kata Maddi pelan.
                “Ayo kita terus begini, Madd!”
                “Ayo! Kita harus jalan bersama sama….”
                “Iya.. Jangan pernah berubah dan berpisah.”
                “Ah, semoga waktu tidak memisahkan kita.”
                “Tidak, waktu tidak akan memisahkan kita. Sekarang kita punya film kita sendiri.”
                “Wow, apakah film itu akan kembali ke masa lalu?”
                “Tidak, kali ini filmnya akan berjalan terus dan tidak bisa kembali lagi.”
                “Jika tiba tiba terhenti?”
                “Aku akan membuatnya berjalan lagi.”
                “Jika kau yang memberhentikannya?”
                “Kau yang aku membuat filmnya berjalan lagi.”
                “Jika durasinya habis?”
                “Tidak. Film kita masih panjang durasinya.”
                “Ah, seberapa lama durasi film kita?”
                Greyson mengangguk lalu mendekap Maddi lebih erat. Tangannya gemetar saking bahagianya. Ia menarik nafas panjang lalu berbisik di telinga Maddi, “selama yang kau inginkan, Maddi-ku sayang.”


To be continued...

2 komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.