arka-- when heavy chest stayed
Belakangan ini banyak sekali orang baik yang ternyata punya unfinished business; entah pertemanan, percintaan bahkan issue dengan keluarga. Ada mereka yang berjarak dengan orang tuanya, mencoba mendekatkan tapi malah semakin jauh. Kadang mereka merasa "oke, udah cukup lebih baik kok" tapi ternyata nggak. Belum selesai urusannya. Masih banyak pertanyaan atau pernyataan yang belum diungkapkan.
Ada juga salah satu teman gue yang jauh sama salah satu teman dekatnya karena salah paham. Beberapa kali approaching untuk memperbaiki, bahkan sudah ada kalimat "kapan main lagi? Kangen nih." But you guys know, it won't happen. Kenapa? Karena mereka masih menyimpan amarah atau kekecewaan yang belum selesai.
Hal paling epic ketika gue punya dua teman baik yang dulunya pernah pacaran. Mereka berdua seharusnya putus dengan kategori baik baik sampai akhirnya salah satu di antaranya memilih untuk menjauh. Dari sisi A, bisa dibilang orang yang menjauh ini childish. Nggak bisa nerima kenyataan kalo mereka putus. Bahkan leading to this kind of statement, "you deserve better than B."
Tapi ketika ngobrol sama B, si orang yang memilih menjauh ini, ternyata ada kekecewaan yang belum diungkapkan kepada si A. Hal itu membuat B benar benar males sama A dan memilih untuk menghapus A dari hidupnya.
Dan di masa sekarang, A masih mikirin B meski dia udah ketemu banyak orang baru. Sementara B nggak mau buka hati lagi karena takut kekecewaannya pada A terulang meski dengan yang baru.
Kacaunya.. A nggak pernah tahu kalo B kecewa sama dia, dan B nggak tahu kalau A masih selalu mikirin dia.
Another unfinished business is me and my previous guy, Muhammad Radyka Satya.
Kalo lo follow Instagram gue ( @rizkirahmadania ), sampai 2 bulan lalu gue masih suka spoiler tulisan gue untuk buku terbaru gue yaitu #IrreplaceableByTipluk. Di sana gue nulis mengenai quarter life crisis gue dan teman teman gue, beserta cerita tentang Arka. Banyak orang yang jatuh cinta pada bagaimana gue memperkenalkan Arka gue ke publik. Itu membuat orang bertanya tanya; how deep is your love to Arka?
Oke jangan nyanyi lagunya Calvin Harris, ye.
Nyatanya, kurang lebih 1,5 bulan yang lalu gue dan Arka resmi pisah. Anehnya, meski kita resmi pisah, kita masih sering berantem.. Padahal kita nggak ngobrol sama sekali. Ada beberapa kali dia marah sama gue, ada beberapa kali gue marah karena dia. Ada masanya kita nangis berdua, di kota yang berbeda, karena kita capek dan penyebabnya itu satu sama lain. Meski mungkin kadang yang kita marahi itu diri sendiri, tapi selalu ada sangkut pautnya sama satu sama lain.
Gue dan Arka bukan orang gabut. Kami berdua punya hidup masing masing dan cara komunikasi yang berbeda. Entah kenapa kali ini malah Arka yang pushing everyone away, while gue mencoba untuk mengumpulkan piece by piece in life supaya nggak sedih ketika Arka nggak ada.
Aduh, tapi nggak bisa bohong, dong. Isi chat gue ramai dengan tugas dan kerjaan. Gue mencoba mengisi waktu dengan mobilitas tinggi Jakarta - Bekasi. Banyak orang yang perhatian sama gue. Tapi mereka semua bukan Arka Satya.
Solusinya adalah kembali ke dia dong kalo gue kangen? Tapi ketika gue balik, He is not even the guy that made me smile before.
Sedihnya adalah ketika gue menyadari heavy chest karena putus ini setiap pagi selalu muncul meski gue sudah mengisinya dengan solat atau bahkan gue menghindari tidur supaya nggak begitu lagi. Gilanya, gue pernah terbangun suatu pagi karena....
Malam sebelumnya gue datang ke tempat Arka kerja, but he didnt notice me. Gue bener bener ngerasa kaya Yura Yunita di lagu Intuisi-nya part "kuhampiri engkau meski kau jauh, intuisiku selalu mengarah kepadamu, tapi tak juga kau hiraukan aku." Alibi Arka karena dia nggak sadar ada gue. Tapi... Udah keburu patah hati duluan gue.
Jadi karena pagi itu rasanya hati ini berat banget, gue googling dong, "kenapa orang berat hatinya kalau baru patah hati." Ternyata ada penjelasan ilmiah bahwa ketika kita patah hati dan otak kita nggak sanggup nanganinnya, dia akan bikin hormon di tubuh kita menekan bagian jantung dan perut, jadi suka ngerasa berat hati dan nggak nafsu makan.
Nah, gue berat hati aja ada penjelasannya. Terus hubungan gue sama Arka yang penuh issues tapi nggak jelas ini, kenapa nggak ada penjelasannya?
Iya benar, bahwa kami sudah pisah. Tapi iya benar juga, bahwa kami tidak bisa baik baik saja.
Suatu hari di pertemuan terakhir gue dengan Arka, dia sakit tapi tetep bela belain nemenin gue kerja. Gue nggak paham kenapa kita jadi canggung, karena menurut gue, elo yang minta putus, harusnya gue dong yang canggung ke elo? Tapi ini kebalikannya.
Jadi karena besoknya sudah Ramadhan, gue pun membuka percakapan ini untuk menghindari berat hati gue setiap harinya saat gue lagi mau ibadah. Nggak lucu banget, udah bulan puasa, gue harusnya menenangkan diri, malah lagi doa ingetnya Arka lagi.
Gue memegang lengannya lalu memaksanya menatap mata gue. Gue udah kenal Arka cukup lama untuk tahu dia selalu menghindari mata gue setiap dia punya issues sama gue.
"Arka, kita baikan ya?"
Dia diam, ketawa canggung. "Iy.. Hehehe nggak.."
"Yaudah, lo kenapa? Lo mau marah sama gue?"
"Nggak tahu.. Gue sampe sekarang nggak tahu gue kenapa sama lo."
"Terus gue harus gimana?"
"Ya gak gimana gimana."
"But I thought about you a lot."
I let him know, I thought about him a lot. Because it's been 3 months dari kita berantem, lalu kita coba memperbaiki hubungan kita, terus akhirnya tetep harus pisah. Gue mencoba sebaik mungkin untuk melupakan dia. Segalanya. Ngatain dia nggak baik buat gue, bilang kalo gue pantes dapet lebih baik, bahkan doain semoga lo jadi gay aja biar gue nggak sedih sedih amat (Which is kalo dipikirin tetep sama sedihnya sama putus dari dia atau dia punya cewek baru).
Jadi sampai hari ketujuh puasa ini, gue masih terbangun dengan heavy chest because of him. Gue mencoba reach him out, but he is not the same person I know anymore. Even deep down I know, dia masih punya issues sama gue, akhirnya gue menyerahkan semua ini sama Allah dan semesta-Nya.
I believe there will come a moment when we turned our pages into the new one. Dia jujur sama gue. Gue jujur sama dia. Karena nggak lucu banget, kalau kita nggak menyelesaikan ini, kita pergi, kita ketemu orang baru dan kita inget satu sama lain lagi.
Gue benci bagaimana orang bilang "I deserve better" when all I need is him. He fulfilled every my needs even people say, di umur gue yang segini, I deserve better.
Tapi kenapa kalo dia nggak baik buat gue, berat hati ini nggak kunjung selesai? Apa yang sebenarnya belum tersampaikan?
"And I could fight, but what's the use? Won't lie, I'd go back to you."
Mbaaa sy kwpingin mewek bc tulisannya... Dapt bgt di aku... Msh sayannkk tp dianya udh berubah... Mbanya msh cb berjuang siapa tau dia bs berubh.. Tp dianya udh berbeda... Jd seperti jauh panggang dari api... Berjuang sendiri... Kalo kaki ibarat udh pincang sebelah ya... Mmg berat berpisah itu... Apalg misal kl denger dpt pengganti yg baru... Kayaknya selama ini ngarepin yg ga pasti... Ttp kuat yaahhh... Krn sy jg prnh mengalami itu....
BalasHapus