sejujurnya,
Kata paling menakutkan, tapi paling ingin gue ucapkan setiap punya kesempatan.
Sejujurnya, gue ...
Sejujurnya, selama ini ...
Sejujurnya, lo ...
Sejujurnya ...
Bukan karena gue tumbuh dipenuhi ke-pura-puraan, tetapi gue yang terlalu keras pada diri sendiri menyebabkan sejujurnya jadi sesuatu hal yang mahal untuk gue ucapkan. Gue menghindari diri dari berharap atau bermimpi. Gue menghindari diri dari sakit hati. Gue menjaga diri dari hal-hal yang menghancurkan gue lagi. Jadi, sejujurnya nggak pernah jadi kata yang mudah gue ucapkan, apalagi setelah usia gue berkepala dua.
Tapi, hari ini gue mau cerita, kalau sejujurnya gue pengen di tengah kesibukan ini ada satu dua pesan yang muncul di notifikasi gue. Atau sebuah telepon singkat buat nanya apa kabar gue, lagi apa gue sekarang, seberapa berat sih naskah yang gue tulis. Nggak perlu terbang jauh-jauh ke Cirebon untuk samperin gue di McDonald's, nggak juga harus kirim uang ratusan ribu untuk gue beli paket hemat Cheeseburger tanpa pickle dan minumnya diganti Milo sesuai kesukaan gue. Nggak perlu juga bantu gue menemukan resolusi apa yang harus Amira dan teman-temannya lakukan di episode ini. Nggak perlu juga temenin gue ke kondangan nanti malam karena I don't think I could make it ketika masih ada 3 naskah yang belum gue selesaikan. Gue cuman butuh lo ada dan memberikan gue comfort, kalo gue tuh nggak sendirian, kalo lo dengan dunia lo yang sibuk juga tetap punya concern atas gue dan dunia gue yang sibuk juga.
Sejujurnya, gue nggak punya tenaga untuk membangun koneksi baru. Gue nggak punya tenaga juga untuk menerima cerita-cerita orang saat ini demi menjaga koneksi yang sudah ada dari dulu. Tapi hati gue kosong. Hati gue punya ruangan kecil yang gue sediakan untuk lo. Gue nggak tau lo di mana sekarang dan gue nggak punya tenaga untuk nyari, tapi kalo lo udah deket, boleh nggak lari sedikit?
Apa lo nggak capek jalanin semuanya sendirian?
Apa lo nggak mau berbagi cerita lo sama gue juga?
Gue nggak mau didatengin kalo lo cuman butuh gue. Gue mau lo dateng ketika lo butuh dan gak butuh gue.
Sejujurnya, lebih suka hidup sendirian di Jakarta di tengah hiruk pikuk pejuang cuan setiap pukul 5 sore, daripada di Cirebon yang jarang macet, makanannya masih murah-murah, tapi sendirian tuh kerasa lebih sepi dari biasanya.
Padahal gue baik-baik aja, biasanya.
Tapi, sejujurnya, hari ini gue kesepian lebih dari biasanya.
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}