We Are Liars chapter 1
Mengisi hari libur US bersama Fifi, kami memutuskan untuk menulis cerbung bergenre romance-fiction. Cerbung ini berbentuk mini series. Hanya berjumlah 6 chapters dan akan selesai hari Sabtu minggu ini.
Note: Fifi menulis setiap chapter ganjil sedangkan Titi di chapter genap.
Kali ini pake meeting alur dulu kok ikikik:p
SELAMAT MEMBACA!^^
***
RAMADHANA ILHAM SATRIA'S POV
Tik…tik…tik...
suara tetesan hujan yang membasahi kaca jendela di luar sana. Membuat esensi
hawa dingin bagi sebagian pengunjung kafe yang berada di dalamnya. Sebagiannya
lagi terlalu sibuk dengan urusannya sehingga tak memperdulikan sama sekali
dengan esensi dingin itu. Termasuk sosok gadis yang duduk manis terdiam
memandangi laptopnya sibuk mengejar deadline tugasnya. Sosok gadis yang
wajahnya memancarkan cahaya kecantikan alami. Aku sendiri sibuk memandangi
wajah cantik itu yang bahkan pemiliknyapun tak menyadari aku memperhatikannya.
Wajah polos tanpa noda. Wajah polos tak berdosa. Bahkan mungkin tak seorangpun
sanggup untuk menyakitinya ketika melihat wajah polos itu,termasuk diriku
sendiri. Namun pertemuanku dengan Saras siang itu terus menghantui fikiranku
saat ini. Membuatku terdesak dan harus berfikir beulang kali.
Saras, sosok perempuan yang sempat
tinggal di kehidupanku untuk beberapa saat. Kemudian pergi mencari kebahagiaan
lain yang mungkin sudah ia dapatkan dan ia tunjukkan pada pertemuan di toko
kaset siang itu dengan menggandeng sosok laki-laki pengganti yang sama sekali
tak aku kenali dia siapa. Kemudian ntah sengaja atau hanya kebetulan waktunya
bertepatan ia menyerahkan undangan ulang tahun dengan tema prom party besok
malam. Ya, dari temanya saja sudah menarikku mundur untuk datang ke pesta itu.
Alasannya klasik,aku tak memenuhi syarat. Tak memiliki pasangan untuk pergi ke
sana.
“Ham, bisa kamu hentikan pandanganmu
yang terus menerus seperti itu? Aku risih” ucap Aurora. Iya,nama sosok gadis
itu Aurora. Cantik,sama seperti wajah yang ia punya.
Aku mengalihkan pandanganku. Aku
sadar ia terganggu dengan hal itu. “Ra,sampai jam berapa kamu sibuk dengan
tugas-tugasmu itu? sudah malam” ucapku berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Aurora melihat jam tangan yang
melingkar di tangan kirinya sesaat. “Setengah jam lagi ya,Ham. Tanggung”
ucapnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan.
“Ra,besok malam temani aku ke prom
partynya Saras ya...” ucapku mencoba menyodorkan tawaran itu.
Aurora menatapku lama,berfikir untuk
beberapa saat. “Boleh. Makanan gratiskan?” jawabnya polos. Ya,memang sepolos
itu fikiran seorang Aurora.
Tak beberapa lama sosok gadis itu
sibuk membereskan seluruh barang bawaannya dengan gerakan cepat ia sudah
berdiri siap untuk menarikku keluar dari kafe beranjak pulang. Aurora berjalan
lebih depan dariku sedangkan aku mengikutinya di belakang.
“Ilham,ayo jalannya cepet!” ucapnya
kemudian berbalik menarik tanganku memaksaku untuk berjalan lebih cepat dan
menggandengnya erat. Kedekatan kami sudah bukan hitungan hari. Kami hampir lima
tahun bersama dan sifat Aurora tetap seperti itu,tak pernah berubah.
***
“Baru pulang,Ham?” tanya Abang
Rey,kakak laki-lakiku yang masih duduk di ruang tv masih tak dapat melewatkan
beberapa tayangan bola malam itu. “Sudah dapat Auroranya?” tanyanya lagi.
Pertanyaan yang memberatkan hati untuk dijawab.
Setelah pertemuanku dengan Saras siang
itu dan setelah melewati percakapanku dengan Abang Rey. Ia malah memberikanku
saran untuk meminta Aurora menjadi kekasihku. Memang hanya untuk status.
Tapi,bukankah itu namanya mempermainkan perasaan wanita?
Aku menggeleng pelan. “Belum,bang.
Ngga tega” ucapku lirih terdengar cemen mungkin.
Sesuai perkiraanku Abang Rey tertawa
terbahak. “Ham,kamu itu terlalu banyak yang di fikirkan tau ngga. Tinggal
bilang sama Aurora kamu butuh bantuan dia dia pura-pura jadi pacarmu begitu
saja kok susah” ucap Abang Rey enteng
“Kalau nanti Aurora tanya
kepura-puraan itu sampai kapan?” tanyaku kemudian.
“Jawab saja sampai Aurora lupa kalo
kalian sedang pura-pura. Selesaikan? Kamu dapat pacar benerankan?” ucap Abang
Rey di ikuti suara tawa terbahak-bahaknya. “Lagian apa yang kurang sih dari
sahabat perempuanmu yang satu itu? Baik,manja,pintar,suaranya bagus,cantik
lagi,ya walau untuk ukuran cewek dia itu cuek. Tapi semua itu cukup kok jadi
kriteria pendamping. Kalau umur abang sama dia antara setahun dua tahun abang
pacarin. Sayagnya lima tahun” ucapnya lagi kemudian mematikan televisi dan
beranjak pergi berjalan menuju kamar.
Aku terdiam merebahkan seluruh
tubuhku di sofa. Berusaha berfikir tentang ucapan Abang Rey barusan. Aurora
memang cukup bisa dibilang perempuan sempurna. Namun,karena kesempurnaannya itu
yang membuatku tak dapat mempermainkan perasaannya. Terlalu sempurna untuk aku
sakiti.
***
“Ilham, turun! Aurora nungguin tuh!”
teriak Abang Rey dari bawah. Dengan segera aku keluar dari kamar berjalan turun
menyusuri tangga menghampiri Aurora.
Gadis itu duduk manis dengan gaun
merah muda pastel selutut yang dikenakannya. Rambut ikal hitamnya dijepit rapi.
Sosok perempuan sempurna,Abang Rey benar. Aku meraih gitarku di sudut ruang tamu. Kemudian menggenggam
tangan Aurora mengajaknya bergegas pergi. Sampai saat ini aku sama sekali tak
terfikir apa-apa yang nanti akan terjadi di pesta.
“Ra,kado untuk Saras sudah kamu
bawa?” tanyaku baru teringat akan kado yang aku serahkan urusannya pada Aurora
setelah duduk di belakang kemudi mobil. Aku sama sekali tidak mengerti dengan
barang wanita. Maka dari itu aku menyerahkannya pada Aurora.
Aurora mengangguk pelan. “Sudah aku
letakkan di jok belakang sebelum kamu turun tadi aku minta Abang Rey membukakan
pintu mobilnya” ucap Aurora menjelaskan. Aku hanya mengangguk lega. Fikiranku
terlalu penuh dengan harapan semoga tidak ada apa-apa yang buruk terjadi
disana.
Tak beberapa lama mobilku sudah
terparkir di halaman gedung mewah tempat acara ulang tahun Saras berlangsung.
Aku turun dan membukakan pintu mobil untuk Aurora. Tidak,ini bukan pencitraan.
Memang biasanya begitu. Aku memang biasa memperlakukan Aurora bagai seorang
putrid walau kami hanya teman tidak lebih. Aurora menggenggam tanganku erat
berjalan memasuki gedung.
“Hai,Ham! With your couple?” sapa
Saras menghampiri dengan sosok laki-laki yang aku temui juga pada pertemuan
siang itu. Saras cantik,cantik sekali malam itu. Tapi aku hanyalah secercah
masa lalunya yang tak dapat berbuat apa-apa.
Aku hanya tersenyum simpul merespon.
“Selamat ulang tahun,Saras” ucap Aurora lembut sembari menyerahkan kado yang dibawanya.
“Terima kasih. Oh iya kamu janjikan
akan manggung malam ini dengan pasanganmu? And it’s your turn. silahkan naik ke
atas panggung” ucap Saras. Ya,tadi siang aku berjanji pada Saras akan datang
dan ikut meramaikan acara ulang tahunnya.
Aku bergegas mengambil gitar di
bagasi mobilku kemudian masuk kembali menemui Aurora mengajaknya naik ke atas
panggung. Jantung ini berdetak lebih cepat. Bukan karena tampil berdua dengan
Aurora. Kami sudah sering melakukannya berkali-kali di beberapa acara sekolah.
Bukan pula karena Saras yang menontonnya. Aku sudah terbiasa dengan itu ntah
sudah berapa kali Saras menonton aku naik panggung ntah dengan Aurora atau
tidak. Saras mengenal Aurora dan aku dengan baik. Namun itu tidak membuatnya
curiga apalagi terkejut. Ia sama sekali tidak terkejut dengan kebohonganku di
pesan singkat bbm tadi siang. Kami memang dekat,sedekat itu hingga semua orang
berfikir kami ini lebih dari teman. Tentang jantung yang berdetak begitu cepat
itu ntah aku sendiri bingung apa alasannya.
“Terima kasih” ucap Aurora dengan
senyum lebar menghiasi wajahnya setelah bait terkahir lagu All of You ciptaan
John Legend dinyanyikan. Kemudian berjalan menuruni panggung lebih dulu,
“Ham,sini deh” ucap Aurora berbalik kemudian menggandeng tanganku setelah
beberapa langkah berjalan lebih depan dariku. “Tadi pas kita masuk. Kok Saras
nanya with your couple ke kamu? Bukannya dia sudah tahu ya kalo kita cuma
sahabatan?” tanya Aurora berbisik di telingaku.
“Nanti kamu juga tahu alasannya,Ra”
jawabku berbisik sembari tertawa geli dengan kepolosannya.
Acara selanjutnya berlangsung
meriah. Aku sendiri hanya duduk diam menikmati musik-musik yang diputar
sepanjang acara bersama dengan Aurora yang sibuk menikmati santapan yang
disediakan tanpa perduli di sekelilingnya. Dua jam berlalu acara selesai. Aku
keluar dari gedung dengan perasaan lega. Tak ada hal buruk terjadi sejauh ini.
“Ham,kasih tahu aku sekarang” ucap
Aurora secara tiba-tiba setelah duduk manis di dalam mobil. “Tadi maksud Saras
nanya ke kamu itu apa?” ucap Aurora menggebu-gebu menunjukkan rasa ingin
tahunya.
Aku terdiam,iya ini salahku
berbohong tanpa konfirmasi dengan Aurora terlebih dahulu. Aku fikir jika aku
beri tahu terlebih dahulu semua ini akan terlihat jelas ini hanya drama bukan
alami. Aurora pasti buru-buru melangkah mundur dari drama itu sebelum
melakukannya. “Kalau salah satu diantara kita ada yang jatuh cinta gimana,Ra?”
tanyaku pada akhirnya. Mencoba menjawab pertanyaan Aurora tadi. Iya,aku lemah
terlalu gampang untuk kalah dengan egoku sendiri. Maaf,Ra aku kalah dengan egoku. Tapi,aku janji berusaha untuk
mempertanggung jawabkan dengan semua yang akan terjadi.
***
AURORA ADHIWINATA'S POV
“Kalau salah satu diantara kita ada
yang jatuh cinta gimana,Ra?” ucap Ilham,ucapan yang tak pernah aku duga keluar
dari sosok laki-laki yang sudah bukan orang lain lagi bagiku.
Aku diam mencoba mencerna ucapan
Ilham barusan. “Maksudnya,Ham?” tanyaku balik.
Aku benar-benar tidak mengerti
dengan Ilham. Semua ini datang secara tiba-tiba.
“Maksudnya aku jatuh cinta sama
kamu,Ra. Kamu maukan jadi seseorang lebih dari teman buat aku?” ucap Ilham
spontanitas.
Aku termenung mendengar kata-kata
yang bagiku itu tidak mungkin diucapkan seorang Ilham. Ilham,sosok laki-laki
yang dekat denganku lima tahun terakhir ini dengan status teman tidak lebih.
Sosok laki-laki yang selalu memperlakukanku bagai seorang putri,sosok laki-laki
yang rela masih di luar rumah hingga larut malam demi menemaniku. Namun,aku
fikir semua itu hanya bentuk perlakuan Ilham kepada teman perempuannya.
Ternyata aku salah,Ilham menganggap lebih dari itu. Lalu bagaimana jika sudah
begini? Sejujurnya aku bukanlah perempuan dramatis yang bisa mereka-reka
perasaan. Namun,bagiku tidak adil bukan jika seseorang mencintaiku dengan
sangat namun aku hanya menganggapnya teman dan menolaknya mentah-mentah?
Lagipula Ilham bukanlah sosok yang buruk. Ia laki-laki baik-baik.
“Iya,Ham kita coba jalani dulu”
jawabku setelah lama berfikir panjang. Maaf,Ham
kalau suatu saat nanti kamu terluka karena kepura-puraanku. Aku hanya tidak mau
kamu mendapat perlakuan yang tidak adil.
To be continued...
***
By: Afifah Zahra
March 16th, 2015
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}