If This Was a Movie chapter 17
Finally, I'm back ITWAM readers. Happy birthday, Nadhira!^^
***
New header nih!
Sebelumnya di If This Was a Movie....
Maddi Jane adalah seorang gadis SMA yang terjebak dengan masa lalu bahkan di detik detik kelulusannya. Ia tidak bisa melupakan mantan pacarnya Greyson Chance. Ia ingin bernyanyi untuk Greys di Prom Night tetapi mantannya itu tak kunjung datang. Hal itu membuat Maddi kecewa dan akhirnya setelah sekian lama ia menutup diri, ia bercerita pada Adam tentang hal yang ia alami dari awal menyukai Greys sampai detik itu setelah mereka putus.
Maddi bersahabat dengan Adam dan Adam sering mengerjainya. Karena Adam, ia harus bertukar tempat dengan Mackenzie yang merupakan gebetan Adam dan duduk dengan Greys. Maddi tidak rela karena Maddi menyukai Adam, tapi lama kelamaan dia mulai merelakan Adam.
Awalnya, Maddi hanya menganggap Greys sebagai teman tapi lama kelamaan dia menjadi menyukai Greys. Adam yang ternyata juga menyukai Maddi merasa putus asa dan akhirnya menembak Mackenzie. Setelah itu, Maddi malah semakin giat memperjuangkan perasaannya untuk Greys dan akhirnya mereka jadian.
Walau Maddi tahu Adam menyukainya secara langsung dari Adam, tapi Adam tidak pernah tau perasaan Maddi dari mulutnya. Maddi sudah bahagia dengan Greys tapi Adam masih sering meliriknya. Hal itu membuat Mackenzie merasa cemburu.
Lalu.. Bagaimana kah kelanjutan kisah Maddi?
Maddi Jane adalah seorang gadis SMA yang terjebak dengan masa lalu bahkan di detik detik kelulusannya. Ia tidak bisa melupakan mantan pacarnya Greyson Chance. Ia ingin bernyanyi untuk Greys di Prom Night tetapi mantannya itu tak kunjung datang. Hal itu membuat Maddi kecewa dan akhirnya setelah sekian lama ia menutup diri, ia bercerita pada Adam tentang hal yang ia alami dari awal menyukai Greys sampai detik itu setelah mereka putus.
Maddi bersahabat dengan Adam dan Adam sering mengerjainya. Karena Adam, ia harus bertukar tempat dengan Mackenzie yang merupakan gebetan Adam dan duduk dengan Greys. Maddi tidak rela karena Maddi menyukai Adam, tapi lama kelamaan dia mulai merelakan Adam.
Awalnya, Maddi hanya menganggap Greys sebagai teman tapi lama kelamaan dia menjadi menyukai Greys. Adam yang ternyata juga menyukai Maddi merasa putus asa dan akhirnya menembak Mackenzie. Setelah itu, Maddi malah semakin giat memperjuangkan perasaannya untuk Greys dan akhirnya mereka jadian.
Walau Maddi tahu Adam menyukainya secara langsung dari Adam, tapi Adam tidak pernah tau perasaan Maddi dari mulutnya. Maddi sudah bahagia dengan Greys tapi Adam masih sering meliriknya. Hal itu membuat Mackenzie merasa cemburu.
Lalu.. Bagaimana kah kelanjutan kisah Maddi?
***
“Aku harus bicara sama Vald, Greys.”
Kataku setelah mengambil sebuah kotak coklat yang sudah aku persiapkan dari
rumah. Greyson mengunci Volvo nya lalu menatapku heran.
“Bicara?
Tentang apa?”
Maddi
menghela nafas. “Kamu gak peka atau pura pura gak peka sih?”
“Sorry
Madd, tapi aku gak mengerti kenapa kamu harus…”
“Vald
sahabatku dan dia menyukai kamu, Greys. Lebih dulu daripada aku.” Potong Maddi.
Greyson menatap Maddi tak percaya.
“Vald….
Valda Valencia? Yang benar saja!” Seru Greyson tak percaya.
“Oh
ayolah peka, Greys. Kamu tuh banyak yang suka, bukan cuman aku.”
Langkah
kaki Greyson terhenti. “Ya tapi aku sukanya sama kamu, Maddi.” Kata Greyson
tegas. Pipi Maddi merona lalu dia tersenyum kecil.
“Kamu
selalu bisa ya membuat pipiku memerah, Greys..”
Greyson
mengacak acak rambut Maddi lalu tertawa. “Itu sudah menjadi tugasku sekarang,
bukan?” Tanyanya. Maddi mengangguk.
“Aku harap selamanya.”
Greys
langsung memeluk Maddi. “Akupun begitu. Aku menyayangi kamu, Maddi.”
“Aku juga, Greys. Selalu dan selamanya.”
“Terima
kasih telah menungguku.” Kata Greyson sambil mengecup rambut Maddi.
“Terima
kasih telah datang padaku.”
“Well..
I was wondering, apa yang ingin kamu bicarakan padanya, sayang?” Tanya Greyson
sambil meraih tangan Maddi. Jantung Maddi berdegup kencang. Greyson sudah tidak
secanggung tadi siang. Greyson kembali menyenangkan seperti dulu.
“Aku
ingin menjelaskan semuanya dan minta maaf pada Vald.”
Greyson
menaikkan alisnya keheranan. “Minta maaf? Untuk apa, Madd?”
“Karena
aku yang bersamamu, bukan dia, Greys.”
“Oh
ayolah, Maddi.. Kamu tidak perlu minta maaf untuk itu.”
“Aku
juga ingin minta maaf karena aku juga menyukai kamu.”
“Maddi..
Perasaanmu datang seiring dengan berjalannya waktu dan aku memilih kamu, bukan
Vald. Bukan gadis lain. Kamu yang aku pilih dan kamu gak perlu minta maaf sama
siapapun karena aku memilihmu.”
Maddi
menatap Greyson tak percaya. “Itu sungguh egois, Greys.”
“Apanya
yang egois dari memperjuangkan perasaan kita untuk seseorang?”
“Tapi
Vald sahabatku! Aku pasti telah melukainya karena bersama kamu…”
Greyson
melepaskan genggamannya. “Jadi kamu menyesal udah jadian sama aku?” Tanya
Greyson dengan suara paraunya. Belum sempat Maddi membuka mulutnya, Greyson
sudah berjalan meninggalkan dia. Greyson tidak kembali ke meja tempat tadi
mereka berkumpul. Dia pergi ke mobil.
Greyson
langsung masuk ke mobil dan membanting pintu mobil. Maddi yang mengikutinya
langsung kaget. Ia berjalan perlahan dan masuk ke dalam mobil. Greys tertawa
kecil.
“Kita
putus aja kalo kamu ngerasa kayak gitu.”
Maddi
tersentak. “Semudah itu kamu bilang putus?”
“Ya
kamu seakan akan menyalahkan aku karena memilih kamu. Menyalahkan kita karena
sudah bersama. Aku sayangnya sama kamu, bukan sama Vald. Aku gak mau kamu minta
maaf sama orang lain karena kita bersama.”
“Greys,
aku gak bisa egois kayak gitu. Kamu ngerti dong.. Dia duluan yang suka sama
kamu.”
“Tapi
kamu gak pernah janji untuk gak pernah sama aku kan, Madd?”
“Enggak..
Tapi dia sahabatku. Dia penting, seperti kamu juga yang penting untukku.”
Greyson
menyandarkan kepalanya lalu menoleh dan mengusap kepala Maddi. “Maafin aku,
Maddi. Aku cuman gak mau kamu merasa terbebani pacaran sama aku.”
“Justru
dengan aku ngomong sama Vald aku pengen gak terbebani…”
“Apa
perlu aku ngomong sama Vald juga?”
Maddi
menoleh lalu tersenyum kecil. “Gak usah, biar aku aja. Ini masalah aku.”
“Tapi
kan gara gara aku.. Aku takut dia bakal benci sama kamu.”
“Udah,
aku tanggung resikonya. Balik yuk kesana?” Tanya Maddi. Greys mengangguk lalu
ia keluar dan membukakan pintu untuk Maddi. Dia merangkul Maddi sambil terus
mengusap rambut Maddi. Sementara Maddi sendiri sibuk berkutat dengan hati dan
otaknya.
Hatinya
merasa dia sangat jahat pada Vald sementara otaknya membenarkan perkataan Greys
bahwa bukan salah dia kalau dia jatuh cinta pada Greys. Bukan salahnya juga
jika Greys memilih dia daripada Vald.
Dia
hanya ingin hubungannya dan Greys berjalan lancar tanpa ada penghalang apapun.
Apalagi penghalangnya adalah perasaan. Maddi telah membereskan perasaannya pada
Adam walaupun belum sepenuhnya hilang. Sekarang gilirannya membereskan
perasaannya dengan sahabatnya.
Rasa
bahagia bercampur takut malam ini Maddi rasakan. Ia bahagia bisa berkumpul
dengan sahabat dan pacarnya di hari ulang tahunnya. Tapi dia juga takut akan
apa yang terjadi besok di sekolah setelah ia bicara pada Vald.
Ia
bukannya takut untuk bicara. Ia takut melihat tanggapan dari Vald. Karena hidup
ini bukan film yang bisa diganti scene
nya ketika alur ceritanya tak sesuai dengan harapan kita…
***
Megan
dan Cameron mengantarkan Maddi ke kelas Vald dengan terburu buru. Maddi
menggigit ujung bibirnya. Langkahnya yang begitu yakin kemarin malam menjadi
begitu berat dan di penuhi dengan ketakutan. Dia takut Vald marah dan
membencinya.
“Meg..
I think we should go back and….”
Megan
menatap Maddi yang bicara dengan terbata bata. “We wont go anywhere except to
her class, Madd. You have to fix it as soon as possible.”
Maddi
menatap Cameron meminta pertolongan tapi Cameron menggeleng. Megan dan Cameron
begitu mendukung Maddi tapi rasa takut tetap saja muncul. Maddi menoleh ke
kanan dan ke kiri. Matanya mencari cari sosok yang mungkin bisa membuatnya
lebih kuat.
“Tunggu
apa lagi, Madd? Bentar lagi bell masuk, lho.” Cameron mengingatkan.
“Duh..
Tenang aja Madd, jam olah raga. Kita bisa terlambat 15 menit atau tidak masuk
sama sekali. Biar aku yang mengurusnya.” Kata Megan sambil melirik sinis ke
Cameron.
Cameron
mendengus pelan. “Kita tidak boleh begitu! Sebentar lagi kita lulus!”
“Cameron…
Astaga kita masih kelas 11. Satu tahun lagi. Kau terlalu berlebihan deh.”
“Ya
Megan, kita harus baik baik sebelum lulus…” Cameron dan Megan sibuk bertengkar
sedangkan Maddi terus mencari cari. Beberapa saat kemudian cowok dengan sweater
coklat muda berlari ke arahnya sambilk tersenyum.
Bukan
Greyson Chance, tapi Adam Young.
“Sorry
Madd, aku terlambat! Kamu siap?” Tanya Adam.
“Haduh…
Iya, aku siap. Tapi aku takut, Dam.”
Adam
tertawa. “Gak perlu takut. Ada aku, Megan dan Cameron yang menunggu kamu
disini.”
“By
the way Greyson mana sih?” Tanya Cameron setelah menyudahi perang mulutnya
dengan Maddi. Maddi tersentak, ia baru sadar bahwa pacarnya sendiri tidak ada
untuk menyemangatinya.
“Sudahlah,
gak usah nungguin Greyson. Makin lama…”
“Tapi
Grey tau kan Madd kamu mau ngomong sama Vald?” Tanya Adam.
Maddi
mengangguk. “Greys tau kok. Dia malah menawarkan diri buat bicara sama Vald…”
“Bagus
dong!” Seru Megan.
Maddi
menoleh. “Tapi aku gak mau Gan dia ikut ikutan dalam hal ini..”
“Ya
sudah terserah Maddi saja.. Eh itu Vald!” Seru Adam sambil melambai ke arah
Vald. Maddi langsung gemetar. Dia takut salah bicara.Dia hanya berdoa supaya
semuanya lancar dan baik baik saja. Semoga dia bisa menyelamatkan
persahabatannya dengan Vald dan cewek itu mau memaafkannya.
Vald
melambaikan tangannya sambil menghampiri Maddi, Adam, Megan dan Cameron. Maddi
langsung tersenyum canggung. “Eum.. Vald.. Aku mau bicara sama kamu.”
***
Mata
Vald berkaca kaca setelah mendengar pengakuan Maddi. Vald memang lebih dulu menyukai
Greyson, tapi dia tidak tahu saat ia mulai tidak tertarik lagi pada Greyson,
Maddi sedang dekat dengan Greyson. Dia sangat kaget ketika ia tahu Maddi sudah
menyukai Greyson saat dia bercerita bahwa dia menyukai Greyson lagi.
Vald
tidak mau melihat wajah Maddi. Matanya terus berkaca kaca sampai akhirnya air
matanya jatuh setetes demi setetes. Maddi yang berdiri di depannya ikut
menangis. Dia tidak tahu harus bagaimana. Dia sendiri tidak pernah menyangka
bahwa dari seorang Adam Young dia akan berpindah ke Greyson Chance.
“Tapi
kenapa harus Greyson, Madd? Kenapa ngomongnya sekarang?”
“Maafin
aku.. Maaf, aku sendiri gak nyangka perasaan ini tumbuh dengan begitu cepat,
Vald. Aku gak bisa nahan. Aku tahu aku jahat karena menyukai orang yang
sahabatku sukai, tapi siapa yang bisa
mengendalikan perasaan?” Tanya Maddi.
Vald
terdiam. Hati Vald hancur seketika. Sekarang ia sedang begitu menyukai Greyson.
Tadi ia berencana untuk bercerita pada Maddi tentang kado ulang tahun nya untuk
Greyson yang belum sempat ia berikan.
“Lalu
sekarang harus gimana? Aku gak mau mundur, Madd. Aku sayang banget sama
Greyson.” Kata Vald sambil menangis. Tangis Maddi pecah.
“Madd..
Apa Greyson tau kamu menyukai dia?” Tanya Vald pelan. Maddi terdiam. Ia tidak
bisa menemukan kata kata yang tepat sekarang. Greyson bukan sekedar tahu,
melainkan dia juga sudah membalas perasaan Maddi.
Di
satu sisi ia ingin melihat Vald bahagia, tapi di sisi lain ia tidak mau
meninggalkan Greyson. Ia tidak mungkin meninggalkan Greyson. Terlebih karena
sekarang Maddi sudah resmi berpacaran dengan Greyson. Maddi kalut, dia tidak
tahu bagaimana caranya bicara pada Vald lagi.
“Maafin
aku, Vald.. Aku gak mau kehilangan kamu.” Kata Maddi pelan.
“Greyson
tau ya Madd?” Tanya Vald. Ia tak menghiraukan permintamaafan Maddi.
“Maafin
aku, Vald.. Aku gak bisa nahan perasaanku untuk Greys..”
Vald
tertawa kecil. Iya, Greyson pasti sudah tahu perasaan Maddi. Iya, Greyson pasti
akan lebih memilih Maddi. Air matanya terus menetes. Kenapa dia harus mengalami
hal seperti ini? Kenapa dari sekian banyak laki laki, sahabatnya harus memilih
orang yang terlebih dahulu Vald sayangi?
“Hah..
Apa jangan jangan kamu udah jadian sama Greyson lagi?” Tanya Vald sinis sambil
menghapus air matanya. Maddi mengigit bibirnya lalu terdiam.
“Maafin
aku….”
Vald
terdiam lalu menatap Maddi dalam dalam. “Jawab Madd! Kamu sudah jadian sama Greyson? Kamu tega ya Madd sama
aku.”
“Maafin
aku, Vald. Aku gak pernah janji juga kan sama kamu untuk gak suka sama Greyson?
Semuanya terjadi terlalu cepat, aku sendiri gak mengira kalo akhirnya aku jatuh
cinta sama dia dan Greyson juga ternyata menyukai aku. Maafkan aku..”
Vald
bangkit dari duduknya lalu berjalan membelakangi Maddi. “Kamu bilang kita
sahabat kan, Madd? Sekarang kamu ngeginiin aku. Aku tanya sama kamu. Kamu mau
pilih aku atau Greyson?”
Maddi
terisak. “Aku gak mau kehilangan kalian berdua. Aku gak bisa tinggalin Greyson.
Maafin aku, Vald…”
Vald
berbalik lalu menatap tajam Maddi. “Kamu tahu kan segimana sayangnya aku sama
Greys?
Minta maaf mungkin mudah, Madd. Tapi hidup bukanlah film yang ketika si tokoh
minta maaf langsung dimaafkan dan ganti scene. Enggak. Aku mungkin akan lebih
mudah maafin kamu ketika kamu bilang kamu suka sama Greyson sebelum kamu
jadian, bukannya sekarang. Sahabat tuh gak kayak gitu, Madd. Setelah kejadian
ini aku rasa kamu bukan sahabatku.”
Vald
lalu berjalan meninggalkan Maddi. Beberapa detik kemudian dia langsung menangis
lagi. Dia begitu sakit tapi mungkin dia bisa merelakan Greyson jika Maddi
mengatakannya sebelum mereka jadian, bukannya sekarang.
Vald
tahu sungguh egois seperti ini, tapi Vald merasa tidak di hargai sebagai
sahabat. Vald tahu Maddi menyayanginya dan Vald juga menyayangi Maddi. Tapi dia
tidak bisa memaafkan Maddi. Dia mau Maddi sadar dengan apa yang dia lakukan.
Maddi
harus tau hidup bukanlah film. Setiap step yang dia ambil harus dia fikirkan
dulu dampaknya untuk orang banyak. Bukannya terlalu memikirkan omongan orang,
tapi selalu ada hati yang sakit jika kita terlalu terburu buru mengambil
keputusan.
Untuk
saat ini, Vald tidak mau bicara dengan Maddi. Vald begitu marah. Marah karena
Maddi tidak menghargainya dan merebut orang yang membuat harinya lebih
berwarna, Greyson Chance.
***
Maddi
kalut.
Ia
langsung membanting pintu kamarnya ketika sampai di rumah. Ia tak bicara apapun
pada Adam, Megan dan Cameron setelah itu. Ia tidak mau bicara pada Greyson. Ia marah
pada Vald yang tidak mau mengerti bahwa perasaannya pada Greyson datang
tiba-tiba tanpa ia rencanakan. Ia marah pada Greyson yang membuat dia dan Vald
menjadi seperti ini. Ia marah pada dirinya sendiri.
Ia
tidak tahu apakah ia bisa menjalankan hari harinya dengan Greyson. Ia takut di
benci. Tapi ia juga tahu, Vald tidak akan bicara pada siapapun tentang ini.
Maddi bingung harus berbuat apa. Ia begitu menyayangi Greyson, tapi masa ia
harus menari diatas penderitaan hati sahabatnya?
Maddi
mengakui ia salah. Ia tak bicara dari awal pada Vald. Ia juga lupa bahwa Vald
menyukai Greyson. Tapi Vald juga salah, dia tidak mau mengerti tentang perasaan
yang datang tiba-tiba. Maddi berharap Vald akan menyikapi dengan dewasa, tapi
ternyata tidak.
Maddi
merenung. Ia merenungi kesalahannya. Ia meraih iPhone-nya dan memutuskan untuk
menelpon Greyson. Ia ingin menumpahkan segala kekesalannya pada Greyson. Beberapa
detik kemudian Greyson mengangkat telponnya.
“Greys..
Aku sedih banget….”
“Madd,
maaf ya aku lagi main game. Nanti aku telpon kamu. Bye.”
Greyson
memutuskan sambungan telponnya. Maddi menarik nafas panjang. Greyson kenapa?
Dulu sebelum jadian ketika Maddi membutuhkannya, dia pasti akan mendengarkan
Maddi. Tapi sekarang? Maddi sudah memilih bersama Greyson dan mengorbankan
persahabatannya dengan Vald walaupun akhirnya dia akan memperjuangkannya juga. Tapi
Greys…
Ya
Tuhan.. Apa jangan jangan Maddi salah memilih?
Semoga kalian suka! To be continued...
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}