If This Was a Movie chapter 18
Greys, aku akhirnya nulis ITWAM lagi, tapi aku gak kangen kamu sekarang. Mungkin karena aku udah terbiasa kamu anggep invisible ya hihihi.
Tenang aja, aku gak bakal balik ke kamu kok.
***
“Pagi, Maddi! Ayo dong ceria, mana
senyummu? Bertengkar sama salah satu sahabatmu kan tidak akan membunuhmu…” Sapa
Cameron saat berpapasan dengan Maddi. Maddi menoleh lalu menatapnya.
Maddi
tersenyum lebar. “Puas kau, Cam?” Tanyanya sinis. Cameron mundur satu langkah.
“Weits,
tampaknya bukan Vald saja yang mengganggu pikiranmu. Ada apa, Madd?” Tanya
Cameron heran. Maddi langsung menunduk dan berjalan meninggalkan Cameron.
Cameron tahu pasti ada hal lain yang mengganjal di hati Maddi. Tapi apa?
Ia
memutuskan untuk berbalik arah dan mengejar Maddi. “Maddi, hey! Sini aku
traktir kau segelas coklat hangat. Kau mau?”
Maddi
menoleh dan menatap Cameron heran. “Tapi pelajaran Sejarah, Cam.”
“Tidak
ada gurunya. Tadi pagi Adam menerima tugas dari guru piket.” Kata Cameron
sambil tersenyum menggoda. Maddi berfikir sebentar lalu mengangguk.
“Boleh
lah kita membolos pelajaran sekali sekali…” Kata Maddi sambil tersenyum jahil.
Cameron mengacak acak rambut sahabatnya itu lalu mereka berjalan menuju Kantin
Sekolah.
***
Beberapa
detik pertama setelah Maddi mulai menangis, Cameron tak tahu harus bicara apa.
Ia hanya berfikir Greyson sudah pasti begitu. Greyson kan orangnya cuek sekali.
Ia hanya bisa meniup susu coklatnya yang masih panas sambil menatap Maddi iba.
“Aku
gak nyangka Cam kalo Greys seperti itu. Dia cuek sekali.” Kata Maddi sambil
terisak.
“Ya..
Madd, itulah resikonya jika kau berpacaran dengan cowok tidak peka seperti
dia.”
“Dia
peka kok Cam. Cuman dia pura pura gak peka..”
“I
know, Madd.” Kata Cameron sambil menepuk pundak Maddi.
“Terlebih
lagi kita baru jadian dan setiap kali bertengkar selalu ada kata putus di
antara aku dan Greys. Aku jadi merasa semua ini main main, tahu.”
“Kalian
cuman terbawa emosi, Madd..”
“Aku
ingin rukun rukun saja seperti Adam dan Mackenzie….” Kata Maddi laluu
menyeruput coklat panasnya. Cameron berdehem. Cameron merasa sebenarnya antara
kedua pasangan itu tidaklah baik baik saja.
Cameron
bisa merasakan aura cemburu Mackenzie jika Adam bersama Maddi. Cameron juga
bisa melihat kalau Adam masih sering melirik Maddi saat jam pelajaran. Tapi
Maddi sudah bahagia dengan Greyson dan Adam tidak mungkin kan merebut Maddi?
Apalagi Maddi itu sahabatnya dan Adam juga sudah punya pacar.
“Jadi
aku harus bagaimana, Cam?” Tanya Maddi.
“Kalau
dengan Vald, kau diamkan saja dulu. Lama kelamaan juga dia pasti mengerti. Yang
terpenting adalah kau sudah minta maaf dan menjelaskan semuanya, Madd.
Sedangkan dengan Greyson…”
“Apa
jangan jangan aku salah pilih? Tahu gitu aku perjuangkan Adam saja.” Kata Maddi
asal bicara. Cameron langsung menatap Maddi tidak percaya. Jadi kedua
sahabatnya ini sama sama saling menyukai?
“Madd…
Kau juga menyukai Adam?” Tanya Cameron terbata bata. Ugh, sial! Kenapa sih mulutmu tidak bisa dijaga sedikit, Madd?
Gerutu Maddi dalam hati.
“Err..
Iya. Beberapa saat yang lalu sebelum aku bersama Greyson.”
Cameron
menarik nafas satu dua. “Dan kau tahu kalau Adam juga menyukaimu?” Tanya
Cameron penasaran. Maddi tersentak kaget. Jadi Cameron juga tahu?
“Iya….
Kami sudah membicarakan ini saat Study Tour.”
“Oh
Maddi…. Apa yang kalian bicarakan? Kenapa tidak ada satupun orang yang
bercerita padaku?” Tanya Cameron kesal.
“Maafkan
aku Cam. Kami berdua sama sama memberi kode, bercerita satu sama lain. Aku tahu
yang Adam maksud adalah aku dan secara tidak langsung memang Adam sudah bilang
padaku kalau dia menyukaiku. Tapi aku sendiri tidak pernah bilang secara
langsung pada Adam kalau dia adalah cowoknya. Jadi aku tidak tahu apakah dia
peka atau tidak kalau dia adalah orang yang aku maksud. Ini rumit dan aku
mencoba melupakan semua ini.”
“Jadi
kau sudah melupakan Adam, Madd?”
Maddi
tersenyum kecil. “Sudah, dalam proses untuk melepaskan. Aku sudah punya Greyson
sekarang, Cam. Hatiku hanya satu. Aku tidak mau membagi untuk Adam juga. Lagian
Adam juga punya Mackenzie… Aku tidak mau menyakiti Greyson ataupun Adam.”
Cameron
mengangguk angguk lalu meneguk minumannya lagi. Otaknya terus bekerja sementara
hati terus merasa sakit. Kenapa Maddi tidak bersama Adam saja? Adam jauh lebih
peka daripada Greyson. Kenapa Adam tidak memperjuangkan Maddi saja daripada dia
menyakiti Mackenzie secara tidak langsung?
Cameron
menggeleng sendiri. Ia seperti melihat sinetron yang ada di televisi beralih ke
kehidupan nyata. Ketika kedua sahabatnya saling punya pasangan, masih ada satu
hati yang mengharap ke hati yang satunya. Sedangkan hati yang satunya sudah
meninggalkan hati yang dulu ia cintai.
Mungkin
jika Adam tahu bahwa Maddi sudah melupakannya, hatinya akan lebih hancur lagi
daripada melihat gadis itu berpacaran dengan Greyson. Mungkin.
***
Greyson
uring uringan. Semenjak tadi gadis yang duduk di sampingnya tak kunjung
menatapnya atau mengajaknya bicara. Greyson sendiri bingung untuk membuka
percakapan. Apa yang telah dia lakukan pada Maddi sampai sampai Maddi tidak
menghiraukannya seperti ini?
Maddi
terus mengerjakan soal latihan dari Miss Stacy sedangkan Greyson tak bisa
berkonsentrasi. Pikiran dan hatinya penuh dengan Maddi Jane. Tapi ia bingung
untuk bicara pada Maddi. Komunikasi pada pasangan memang jadi masalah Greyson
dari dulu.
Dia
akhirnya memutuskan untuk menepuk pundak pacarnya itu. Maddi tetap tak
menghiraukannya. Greyson mengacak acak rambut Maddi tapi Maddi tidak perduli.
Greyson menarik nafas panjang lalu meraih kertas latihan Maddi saat Miss Stacy
sedang tidak melihatnya.
Tiba-tiba
Maddi berdiri lalu melambaikan tangan pada Miss Stacy. Guru kimia itu tidak
langsung melihatnya. Beberapa saat kemudian dia baru sadar kalau Maddi meminta
perhatiannya.
“Ada
apa Jane?” Tanya Miss Stacy yang lebih senang memanggil muridnya dengan nama
keluarga. Maddi menarik nafas panjang.
“Miss!
Greyson mau mencontek pekerjaan saya.” Kata Maddi sambil menunjuk pada Greyson.
Greyson menatap Maddi tak percaya.
“What
are you talking about, Madd? Sorry, Miss. It’s just her joke.” Kata Greyson
mengelak.
“Chance,
sebaiknya kau mengerjakan pekerjaanmu sendiri atau kau bisa keluar dari
kelasku.” Kata Miss Stacy tegas. Seisi kelas langsung tertawa dan memandang
Greyson. Greyson terlihat konyol sekali karena mencontek pekerjaan pacarnya
sendiri.
Greyson
lalu mengembalikan kertas Maddi dan menatap Maddi kesal. Sebenarnya ada apa sih
dengan, Maddi? Gerutu Greyson dalam hati. 15 menit kemudian bell berbunyi.
Maddi langsung keluar kelas tanpa basa basi dengan Adam, Megan, Cameron,
Mackenzie bahkan Greyson.
Greyson
melirik ke arah Adam tapi Adam malah mengangkat bahu. Sementara Megan dan
Mackenzie ikut ikutan menggeleng, Cameron menatap Greyson kesal.
“Kamu
membuat dia menangis pagi ini, Grey.”
***
“Aku
ada salah apa, Madd?” Tanya Greyson ketika ia menemukan Maddi sedang di pojok
Perpustakaan dengan MacBook-nya. Maddi menggeleng.
“Tidak
ada.” Jawabnya ketus.
“Maddi..
Please…”
Maddi
menarik nafas dalam dalam. “Kau tahu salahmu apa? Kau meninggalkan aku saat aku
membutuhkanmu, Greys.” Greyson memutar matanya lalu duduk di samping Maddi.
“Aku
kan biasanya juga main game, Madd.”
“Tapi
dulu kau mendengarkan aku walau kau sedang bermain game.”
Greyson
menghela nafas. “Aku fikir Maddi akan lebih mengerti aku setelah kita pacaran.”
“Apa
kau tidak mendengar suaraku kemarin? Aku sedang menangis. Aku butuh kau,
Greys.”
“Maafkan
aku, Maddi…”
Maddi
tersenyum kecil. “Aku selalu memaafkanmu, tapi aku butuh waktu untuk berfikir
bagaimana caranya menerima kamu seutuhnya. Sikapmu yang sering pura pura tidak
peka itu lama lama bisa membuatku muak.”
Greyson
tak bisa bicara apa apa lagi. Ia sadar kali ini memang ia yang salah. Ia
menatap Maddi lalu mengusap rambutnya. “Maddi.. Maafkan aku. Aku memang selalu
punya masalah dalam komunikasi dengan pasangan. Mengertilah, Madd. Aku sedang
mencoba berubah untuk kamu.”
“Berubahlah
untukmu Greys, bukan untukku. Kau butuh lebih perduli dengan keadaan sekitar.”
“Iya,
pelan pelan ya, Madd? Aku menyayangimu.” Kata Greyson lalu mengecup rambut
Maddi dan meninggalkannya. Maddi menarik nafas panjang.
Ia
begitu menyayangi Greyson tapi ia ragu apakah semua ini akan berjalan selancar
yang ia fikirkan. Karena semakin lama kecocokan yang dulu Maddi rasakan mulai
terasa hambar.
Hihihi gimana ITWAM readers? Anyway, aku dibikininin mini poster gitu lho sama salah satu ITWAM readers. Thanks kak Liz!^^
To be continued...
makin bagus euy nulisnyaaaaaa
BalasHapusamin:"}
Hapusjgn berhenti lama2 ya Ti! :)
BalasHapusdaaan, jgn lupa dgn usulku di Twitter ya...
besok udah aku post nomor 19, makasih ya udah baca, insya Allah:}
Hapus