[CERPEN] Senja di Bulan Agustus (2011)
Gue membuka draft tulisan gue jaman SMP & SMA lalu tertawa sendiri saat menemukan cerpen ini. Senja di Bulan Agustus adalah cerpen perdana gue yang membuat gue semangat nulis lagi saat baru masuk SMP.
Cerpen ini pernah diikut sertakan dalam lomba cerpen 5 tahun yang lalu tapi sayangnya belum ada rejekinya. Terima kasih Pak Daryo yang udah jadi pembaca pertama dari cerita ini pada masanya ahahaha. But then, gue pengen kalian baca ini;)
Cerpen ini pernah diikut sertakan dalam lomba cerpen 5 tahun yang lalu tapi sayangnya belum ada rejekinya. Terima kasih Pak Daryo yang udah jadi pembaca pertama dari cerita ini pada masanya ahahaha. But then, gue pengen kalian baca ini;)
Enjoy!
***
Aku terperangah ketika cowok berkaca mata renang merah itu berenang begitu cepatnya dari ujung kanan ke ujung kiri kolam renang tanpa lelahnya. Aku masih ingat ketika 5 pertandingan terakhir dia mengalahkanku dan menjadi juara pertama. Aku benci dia! Semenjak kepindahannya dari Amerika 1 tahun yang lalu aku jarang sekali mendapat mendali emas ketika harus berhadapan dengannya diperlombaan. Damn it.
Kulupakan sejenak rasa iriku padanya sambil menarik nafas dalam dalam dan duduk disamping sahabat baikku, Taylor. Taylor tersenyum lebar. Sepertinya Ia sudah membaca ekspresi wajahku yang kesal ini.
Senja mulai berganti malam ketika akhirnya cowok berkaca mata renang merah itu berhenti berlatih. Ia berjalan melewatiku dan duduk disebelahku. Aku mendengus pelan. Aku membuang muka ketika dia tersenyum padaku.
“Ada apa, Alice? Ada yang salah denganku?” Tanyanya pelan. Ku lirik matanya lalu menggeleng pelan. Seketika aku baru ingat siapa namanya, Naufal Pratama. Dari awal kepindahannya memang aku tidak pernah mengobrol dengannya sewajarnya seseorang mengobrol dengan teman baru. Tidak pernah berkenalan dengannya. Apalagi setelah dia mendapat perhatian lebih dari pelatihku, Ibu Tatamia. Aku semakin benci padanya!
“Alice? Kenapa sih kau selalu diam begitu padaku? Sikapmu padaku dan sikapmu pada Taylor berbeda sekali….” Kata Naufal pelan sambil menatapku sedih. Aku sama sekali tidak menatapnya, pandanganku tetap lurus kedepan.
“Tidak ada yang berbeda.” Kataku tegas.
“Lalu? Kau benci padaku karena aku mendapat gelar The Best Swimmer 2011?” .
“Kurasa asumsimu salah.” Kataku pelan. Hey, kau sadar ya? Yasudah pergi sana ! Aku masih menggerutu ketika Naufal tiba tiba berdiri.
“Kau mau kemana?” Tanyaku pelan.
“Kau membenciku khan, Al? Yasudah aku pergi.” Katanya lirih. Aku tersenyum.
“Yasudah.” Kataku pelan sambil tersenyum melihat musuhku pergi.
----
“Sejujurnya, Naufal bukanlah musuh yang baik untukmu. Dia terlalu baik untuk kau jadikan musuh.” Kata Taylor saat aku bercerita padanya tentang kejadian sore lalu.
“Kuharap kau mengerti bagaimana perasaanku, dia begitu membuatku kesal.”
“Juga terpesona..” Goda Taylor sambil tertawa.
“Maksudmu apa?” Tanyaku datar. Terpesona? Pada Naufal? Ya Tuhan.
“Tidak ada maksud. I'm talking about the fact.”
“Tell me the fact.” Kataku sambil menjulurkan lidah.
“Kau sering memerhatikannya saat berenang!” Kata Taylor sambil tertawa.
“Oh God. What the hell of this! It’s not a fact!” Elakku sambil menatap Taylor sinis.
“Ya mungkin sekarang kau tidak sadar dan tidak mengakui…” .
“Dia tetap saja musuhku, Taylor.” Kataku tegas sambil menatap Taylor tajam. Taylor hanya terdiam lalu mengangguk pelan. Terpesona pada Naufal? It’s just Taylor’s dream!
----
“Annyeonghaseyo!” Seru seluruh murid saat Miss Silvy masuk kelas dengan membawa laptop hitam kesayangannya. Tidak biasanya kelas Bahasa Korea seramai sekarang. Miss Silvy membuka kelas dengan memberi penjelasan tentang kebudayaan Korea. Aku malah melamun dan tidak memerhatikannya.
Lamunanku tenggelam jauh dibawa angin menuju topik tentang Naufal Pratama. Dia adalah sainganku, perenang terbaik se-Indonesia. Dia teman satu club-teman dikelas musik dan teman sekolahku. Kami sama-sama sekolah di Vanda Sinathrya Junior High School dengan Kepala Sekolah baik hati yang selalu mentraktir pemenang pemenang lomba di cafeteria sekolah, namanya Pak Rheza Auditya Wijaya.
Naufal Pratama. Huh, wajahnya? Biasa aja. Gayanya? Sok kegantengan. Renangnya? Jago banget! Kepandaiannya dalam masalah renang membuatku sangat sangat iri padanya –bisa dibilang aku membencinya. Dia mengambil gelar yang selama ini aku idam-idamkan dengan 8 emas dan 9 perak dikejuaraan renang antar pelajar SMP se-Indonesia.
Naufal sekarang menggantikan posisiku di Vanda Sinathrya. Sudah tidak ada lagi orang orang yang mengelu-elukan namaku seperti dulu. Sudah tidak ada lagi artikel ku dipajang di mading mading sekolah. Yang ada hanyalah Naufal, Naufal dan Naufal Pratama ! Sumpah aku benci banget sama dia!
Entah mengapa aku benar-benar tidak simpatik padanya. Membencinya. Malas sekali rasanya untuk bertegur sapa denganya. Apalgi untuk mengobrol dengannya. Padahal kata orang, Naufal itu baik sekali.. Dia juga paling rajin shalat diantara semua murid di Vanda Sinathrya. Dia juga katanya cowok paling ganteng di Vanda Sinathrya. Yang benar saja?
Tiba tiba Shelly –teman sebelahku- menyikutku sambil tertawa kecil. Lamunanku buyar seketika ketika kulihat wajah Miss Silvy sudah mengamuk didepan wajahku. Semua mata dikelas Bahasa Korea juga tertuju padaku. Ya Allah, betapa malunya aku !
“Alice, apa saja nama keluarga yang biasa dipakai di Korea?” Tanya Miss Silvy sambil tersenyum ganas dan lebar. Mampus aku tidak mengerti. Aku nyengir.
---
“Iya, selalu Naufal yang lebih baik !” Seruku ketika Bu Tatamia mengkoreksi gaya berenangku yang semakin lama semakin tidak tenang lalu membandingkanku dengan Naufal. Dulu, secepat apapun aku berenang, aliran air tetap tenang. Sekarang? Jangan ditanya. Aku kalau berenang kayak orang kesurupan. Itu kata Bu Tatamia.
“Aku tidak berniat membeda bedakanmu dengan Naufal.” Kata Bu Tatamia sambil tersenyum padaku. Suaranya begitu halus dan terdengar seperti berbisik.
“Lalu? Ibu kan selalu membanggakan Naufal, Naufal dan Naufal! Semenjak ada Naufal, semua mata memerhatikan Naufal. Enggak disekolah enggak dikolam renang. Pak Rheza juga hanya menyapa Naufal. Naufal terus! Aku enggak ada apa apanya daripada dia!” Aku tidak bisa menahan emosi lagi, emang apa sih bagusnya Naufal Pratama?
“Alice. Kau kenapa sih?! Kayaknya enggak seneng banget sama Naufal..”
“Iya bu, Alice emang enggak seneng sama Naufal !”
“Apa yang salah sama Naufal? Segitu baiknya dia….”
“Gara gara dia, Alice enggak bisa dapet The Best Swimmer Bu! Gara gara dia, dimata orang orang seakan akan cuman Naufal yang bisa renang!”
“Alice! Sebenernya kamu bisa ngalahin Naufal..”
“Gimana caranya ngalahin orang yang berenang selama 1 menit untuk 100 meter Bu? Enggak akan bisa. Alice emang enggak bisa jadi perenang!” Seruku dengan suara bergetar.
“Alice, dengerin Ibu. Masalah kamu tuh cuman satu, kamu tuh enggak percaya diri lagi. Dulu kamu sombong banget sama orang lain. Kamu merasa kayak kamu yang paling bisa berenang. Gimana temen temen kamu enggak kesel coba? Kenapa sih kamu enggak nyoba untuk belajar dari orang lain? Kamu tuh sok pinter tapi sebenernya enggak tau apa apa ! Kamu selalu marah dan iri sama orang lain kalo ada orang lain yang lebih hebat daripada kamu. Coba deh Al rubah sikap kamu yang irian kayak gitu…” Kata Bu Tatamia sambil memelukku.
Aku tidak menjawab, kata demi kata yang Bu Tatamia katakan begitu menusuk tapi juga membuatku sadar. Aku memang salah selama ini…
Dari dulu, aku selalu menganggap hanya aku yang bisa berenang. Hanya aku yang bisa Bahasa Korea. Hanya aku yang punya banyak prestasi, banyak teman dan tenar. Aku benar benar sombong. Aku tidak mau belajar dari orang lain. Aku tidak mau disalahkan. Aku selalu menyalahkan orang lain jika ada seseorang yang lebih hebat daripada diriku. Teman temanku sudah banyak yang mengeluh tapi aku tidak pernah perduli.
Dan Naufal… Aku sadar, Ia sangatlah baik. Harusnya aku belajar dari Naufal, bukannya menyalahkan orang lain dan membeda bedakan diriku dengannya. Bu Tatamia benar, sebenarnya aku bisa mengalahkan Naufal. Aku bisa berteman dengannya seperti aku berteman dengan Taylor. Tapi kesombonganku itulah yang membuat aku benci padanya.
“Kamu tuh enggak menang menang karena kamu enggak percaya diri lagi kayak dulu. Enggak ada yang bisa kamu sombongin kayak dulu karena udah ada Naufal sekarang. Coba rubah itu, Lice. Kamu bisa balik lagi jadi bintang sekolah. Pasti. Ibu yakin itu.” Kata Bu Tatamia sambil memelukku lebih erat lagi.
Iya. Dulu aku sombong. Dulu aku banyak yang mengelu-elukan sampai sampai mading penuh dengan artikel artikelku. Dan teman temanku juga sudah muak karena aku begitu sombong. Tapi masalah berenang, apa aku bisa kembali seperti dulu? Menjadi perenang peraih mendali emas seperti apa yang sekarang Naufal lakukan?
----
Senja di Bulan Agustus adalah hal yang paling aku suka. Dimana langit benar benar cerah, awan awan berterbangan seperti kapas kapas tipis, burung-burung biasanya terbang kesana kemari bersama kelompoknya dan hangatnya sinar matahari sebelum ia pergi kebagian dunia lain dan kembali esok paginya.
Kolam renang hari ini tampak sepi, tidak seramai biasanya. Hanya ada anggota club-ku yang latihan. Ada Taylor yang sedang sibuk mengobrol dengan pacarnya, Hashifah dipojok sana dan ada Naufal yang berjalan kearahku. Ngeh? Ngapain dia?
“Hei. Latihan yang keras ya, 2 minggu lagi kan?” Tanya Naufal sambil tersenyum lebar. Ya Allah, apa dia tidak sadar aku membencinya? Sinting.
“Iya. Kau juga ya.” Kataku sambil tersenyum tipis.
“Kau tahu? Itu senyuman pertamamu padaku setelah sekian lama. Aku senang kau masih sudi tersenyum padaku.” Katanya sambil tertawa. Aku mendesah.
“Maaf, aku harus pergi.” Kataku pelan sambil berjalan meninggalkan Naufal. Naufal menarik nafas panjang. Aku berhenti sejenak.
“Maaf, aku harus pergi.” Kataku pelan sambil berjalan meninggalkan Naufal. Naufal menarik nafas panjang. Aku berhenti sejenak.
“Hei, Alice Ibrahim! Kau atlet hebat. Seharusnya kau bisa mendapat apa yang kudapat. Jangan pernah iri pada siapapun. Jangan pernah membandingkan dirimu dengan siapapun. Karena belum tentu orang yang mengalahkanmu lebih baik daripada dirimu. Jadilah dirimu sendiri. Aku tau kamu hebat.” Kata Naufal sambil menatap langit.
“Aku tidak iri pada siapapun.” Desahku pelan.
“Kau iri padaku. Iya kan? Kau marah padaku karena semenjak kepindahanku dari Amerika, semua perlombaan selalu aku yang memenangkan, iya kan?” Tanya Naufal dengan nada datar. Aku tak percaya dia masih bisa tenang disaat seperti ini.
“Jika kau sadar, kenapa kau tidak pergi? Kenapa kau malah menyemangatiku, Fal?”
“Karena aku tidak takut akan kekalahan. Karena aku tidak takut suatu saat kau mengambil apa yang aku punya. Jika kau dapat merebut apa yang ku punya, berarti kau lebih baik daripadaku. Berarti aku harus lebih keras lagi untuk mendapatkan itu kembali. Karena, diatas langit masih ada langit. Jika aku baik, sebenarnya masih ada yang lebih baik daripada diriku.” Cecar Naufal sambil tersenyum lebar. Aku menggigit bibir bawahku.
“Sampai nanti.” Kataku pelan sambil berbalik dan meninggalkan Naufal. Diatas langit masih ada langit, Alice….
----
Aku masih mengurung diri dikamar ketika Taylor terus terusan menelponku. Aku sudah mengirim SMS, e-mail dan mention di Twitter pada teman temanku. Intinya aku meminta maaf atas semua kesalahan yang pernah aku perbuat.
Ibu Tatamia benar, sekarang setelah ada Naufal aku jadi tidak percaya diri karena tidak banyak lagi orang orang yang mendukungku. Semuanya mendukung Naufal. Itu sebabnya aku membenci Naufal dan selalu kalah ketika perlombaan bersama Naufal. Disaat seharusnya aku menang, Naufal lah yang menang. Kenapa? Karena aku terlalu memikirkan kebencianku pada Naufal, aku jadi tidak fokus lagi pada kecepatan berenangku.
Naufal juga benar. Seharusnya aku rela pada gelar The Best Swimmer 2011 yang Naufal dapatkan. Naufal mendapatkan itu berkat kerja kerasnya. Sudah sepantasnya dia mendapatkan itu. Jika aku belum mendapatkannya, berarti aku kurang bekerja keras.
Karena kata Naufal, diatas langit masih ada langit. Kalau aku terbaik, pasti ada yang lebih baik lagi daripada aku, Naufal orangnya. Siapa yang lebih baik daripada Naufal? Mungkin aku, jika aku berusaha keras, menghilangkan kesombonganku dan keirianku terhadap keberhasilan orang lain.
----
Bandung, 31 Agustus 2011
Naufal tersenyum lebar ketika namaku dipanggil oleh pembawa acara sebagai perenang terbaik se-Jawa Barat 2011. Taylor dan Bu Tatamia memelukku bergantian. Air mataku tumpah, setelah sekian lama aku kalah dari Naufal, akhirnya aku memenangkan perlombaan ini juga!
“Selamat yaa, Alice!” Seru Taylor sambil memelukku lagi saat aku kembali setelah menerima mendali dan berfoto bersama Gubernur Jawa Barat.
“Gamsahamnida..” Kataku sambil tersenyum lebar. Bu Tatamia memelukku.
“Selamat ya sayang, tuh kan apa kata ibu. Kalo kamu berhenti sombong dan membanding bandingkan diri kamu sama orang lain, kamu bisa kok jadi juaral”
“Ih ibu, itu kan kata katanya Naufal.. Ngomong ngomong, Naufal dimana Bu?” Tanyaku panik ketika menyadari cowok tinggi berjaket biru-oranye yang barusan disebelahku hilang tanpa jejak. Taylor tertawa.
“Ciye, Alice nyariin Naufal nih!” Seru Taylor samba tertawa.
“Yaaah, aku mau ngobrol doang kok sama Naufal, Tay. Jangan cemburu.” Kataku sambil tersenyum genit. Taylor menggeleng pelan.
“Naufal? Kayaknya dia ke café Hampavala deh. Dia paling seneng beli Hot Chocolate disana, Lice. Kenapa gitu sayang?” Tanya Bu Tatamia ramah.
“Yaudah Bu, Alice pergi dulu ya!” Kataku sambil berlari menuju café Hampavala yang sering aku datangi ketika lomba di Bandung.
“Kejarlah cintamu, Alice!” Seru Taylor dari kejauhan sambil tertawa. Huh, sialan kau, Tay! Tanpa terasa, akupun nyengir sendiri.
----
Café Hampavala, jam 16:30
Naufal duduk manis diteras café Hampavala sambil meminum secangkir Hot Chocolate yang sepertinya baru saja Ia pesan. Aku mencoba bernafas dengan normal setelah berlari-lari dari kolam renang menuju café ini. Butuh waktu 10 menit untuk sampai disini dengan berlari. Tiba tiba Naufal menoleh lalu tersenyum melihat kedatanganku.
“Hei, Alice.” Katanya ketika aku sampai dimejanya.
“Hei, Naufal.” Kataku ramah sambil tersenyum lebar.
“Nada suaramu tidak pernah seramah ini padaku. Selamat ya atas kemenanganmu. Ciye jadi perenang terbaik se-Jawa Barat lagi...” Kata Naufal sambil tertawa.
“Iya. Maaf aku suka judes sama kamu. Maaf aku benci sama kamu. Maaf. Makasih ya buat support dari kamu. Makasih ya udah ceramahin aku dulu. Makasih ya udah bikin aku sadar selama ini aku salah..” Kataku sambil menunduk pasrah. Naufal tersenyum.
“Alice, sudah kubilang berhenti membanding bandingkan dirimu denganku. Kalau aku jadi perenang terbaik se-Indonesia, bukan berarti aku lebih baik daripada dirimu. Kamu juga enggak perlu sombong sama orang dan iri sama orang lain. Kamu harus inget, diatas langit masih ada langit lagi, Alice…” Kata Naufal pelan. Aku mengangguk.
“Terima kasih Naufal! Terima kasih kau ramah sekali padaku setiap hari setiap saat.” Kataku gembira sambil memluk Naufal. Naufal terkekeh.
“Iya sama-sama, Alice.. Aduh jangan kenceng kenceng banget dong memeluknya, enggak bisa nafas nih.” Kata Naufal sambil tertawa. Upps, aku melepas pelukanku pada mantan musuhku itu sambil tertawa cekikikan.
“Kalo dilihat lihat, mukamu tidak jelek lho Fal. Ganteng banget kayak Robert Pattinson. Gaya kamu juga enggak sok kegantengan, biasa aja. Renang kamu? Biasa aja, masih jagoan aku!” Kataku sambil memeletkan lidah. Naufal tertawa lagi.
“Aku senang pujianmu, tapi yang terakhir itu lho..” .
“Kan diatas langit masih ada langit, Fal…” Kataku sambil tertawa. Kami berdua jadi mengobrol bersama dengan banyak topik topik dasar ala orang yang baru kenalan. Aku memesan satu cangkir Hot Chocolate dan satu porsi roti bakar cokelat-susu-keju sambil mendengarkan cerita Naufal soal pengalamannya di Amerika.
Tanpa terasa matahari mulai terbenam, cahayanya cantik sekali. Awan awan juga sangat tipis menghiasi langit dengan warna oranye tua. Senja mulai berganti malam tetapi aku masih nyaman duduk ditempat ini bersama teman baruku yang merupakan mantan musuhku, Naufal Pratama.
“Bagian dari hari yang kamu suka apa, Fal?” Tanyaku tiba-tiba.
“Senja.” Kata Naufal lirih.
“Aku juga suka senja. Mataharinya, awannya, burung burungnya, warna langitnya…” .
“Terutama senja di Bulan Agustus. Iya kan, Al?” Tanya Naufal sambil tertawa.
“Iya, Fal. Senja di Bulan Agustus..” Kataku lirih sambil mengamati matahari yang mulai menghilang meninggalkan sisa hari. Hanya dia yang menyadarkanku bahwa diatas langit masih ada langit. Dan senja di Bulan Agustus menjadi saksi dimana aku mendapatkan teman baru sebaiknya, Naufal Pratama.
© 2011 | Rizki Rahmadania Putri
***
IYA HAHAHA GUE JUGA KETAWA BACANYA. Gimana menurut kalian? Tulisan gue 5 tahun lalu emang jauh-jauh-jauh lebih alay daripada tulisan gue sekarang. Masih terpengaruh sama bahasa terjemahan HAHA. But then, semoga gue bisa menulis lagi pada saatnya nanti...
Karena sekarang gue lagi take a break dulu. For a serious break. I need a rest.
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}