Day and Night: Kadaluarsa
It's not just in my head
Even when we're together
There's a gap between us
I think we're almost at the end
- Tick Tock by Day6
***
"Sa, care enough to share?" tanya Keenan akhirnya setelah menunggu Abang sepupunya itu berhenti makan. Sementara itu yang ditunggu malah sibuk sendiri dengan daging panggangnya. Sebuah kebiasaaan Angkasa yang tidak mungkin Keenan lupakan; mengajak memakan daging panggang di meja makan rumahnya setelah melewati hari cukup panjang.
Namun kali ini Keenan tidak bisa menebak apa yang terjadi dengan Angkasa. Ia hanya bisa meraba-raba dari raut wajah Abangnya yang begitu lelah itu. Pasti Angkasa habis kena omel karena tampil kurang baik saat menjadi MC. Tetapi bisa juga kali ini karena dirinya terlambat dibayar seperti bulan kemarin. Atau mungkin...
"Semua tebakan lo salah, Cumi! Jangan sotoy."
Keenan mendengus pelan. Ia kemudian menyeruput ice lemon tea di gelasnya dan berujar, "Yuk bisa yuk ... Abang can do it, Bang! You can! You can!"
"Do what?" Angkasa mengernyitkan dahinya.
Yang ditanya malah planga-plongo seperti orang bego dan kebingungan, "what?"
Tetapi kepolosan Keenan yang kadang membuat kepala Angkasa ngebul sendiri malah berhasil membuat senyum pertama laki-laki itu merekah hari ini. Keenan tersenyum jahil seakan memenangi sebuah pertarungan. Abangnya ini bukan orang yang mudah ditaklukkan jika dunia sedang tidak bersahabat dengannya.
"Alhamdulillah Ya Allah, ternyata Engkau Maha Adil," sahut Angkasa dengan nada agak nyinyir, "ganteng dan pintar memang tidak boleh disatukan. Nanti manusia jadi nggak bersyukur."
"Alhamdulillah berguna juga gue lahir ke dunia hehehe," ujar Keenan sambil cekikikan, "kenapa sih, Bang? Curhat dong!"
Angkasa terdiam beberapa saat. Hatinya begitu berat hari ini dan ia tidak suka punya sensitivitas super semacam ini. Bagai awan hitam beserta hujan dan juga petir terus menemaninya sepanjang hari, Angkasa tidak melihat ada akhir yang bahagia meski bercerita pada Keenan nanti. Sudah tidak ada jalan keluar. Berpisah adalah jalan keluarnya.
"Kalo dilihat dari muka lo yang merengut sejak gue dateng dan juga persediaan daging bulgogi lo udah mau habis ... Ini pasti tentang Rachel. Iya, ya?"
Angkasa menaruh sumpitnya di piring lalu terkekeh, "lo duluan deh cerita soal ketemu Laras kemarin."
"Ah, ngehe! Males gue bahasnya," gerutu Keenan sambil mengambil sumpitnya. Ia kemudian membakar beberapa daging mentah yang tersisa di piringnya tanpa mengatakan apapun.
"Jangan gitu ... Gue lihat di Instagram udah nggak ada fotonya Refal lagi."
Jantung Keenan seperti berhenti berdetak beberapa saat. Keenan bingung kenapa hal ini masih terjadi padanya bahkan setelah Laras pergi sekian lama. Apa benar dia bisa mencintai Laras selama ini? Masa sih perasaannya tidak kadaluarsa karena waktu?
"Nan," ujar Angkasa pelan.
"Apa?"
"Lo nggakpapa nggak sih kalo berhenti dateng ke Cafe-nya Rachel?"
Keenan sontak mengangkat kepalanya lalu menatap Angkasa keheranan, "masih jam 9 malem ini, Sa. Belum waktunya mabok."
"Nggak ada yang mabok, Tuyul! Lu kok jadi belagu dah semenjak debut jadi penyanyi?"
Tawa renyah meledak di antara kedua sepupu itu. Keenan menyahut, "Ya Allah cuman beda dua tahun ya nggakpapa atuh kadang-kadang nggak pake kata Bang. Biar nggak kelanjutan nyanyi bang bang tut jendela uwo uwoooo."
"Hahahaha, anjrit! Lagu jaman SD! Ngakak banget!"
"Dah, gitu dong. Happiness looks good on you, Bang."
Angkasa berusaha menyembunyikan senyumnya. Gengsi banget kalau Keenan tahu dia berhasil membuat Angkasa tersenyum lagi. Oleh karena itu, ia pun mengambil gelas minumnya lalu meneguknya perlahan.
Setelahnya, Angkasa berkata, "Kalila ngerubah lo banget ya. Dulu tuh kalo lihat lo kayak muram banget. Tipe cowok-cowok ganteng yang puitis nan romantis tapi nggak bisa move on. Agak mellow dikit, langsung curhat. Lihat yang ingetin sama Laras dikit, langsung curhat. Kayak di atas kepala lo tuh awan hitam terus, Nan. Tapi setelah Kalila dateng, elo jadi Keenan yang dulu gue kenal."
"Nah, itu juga yang ada di atas kepala lo sekarang," ujar Keenan dengan suaranya yang agak serius.
"Masa?"
"Kenapa gue nggak boleh ke Cafe-nya si Rachel? Putus lo?"
Angkasa memilih untuk bungkam. Perasaannya masih kacau setelah pertemuannya dengan Rachel tadi sore setelah kerja. Bisa-bisanya mereka berdua tidak lagi tertawa pada lelucon penyiar radio favorit mereka ketika terjebak di kemacetan tadi. Biasanya Angkasa tidak pernah mengeluh saat berada di dalam keadaan itu. Namun hari ini, untuk pertama kalinya, dia benci berada di tempat yang sama dengan Rachel.
Tapi kenapa dia merasa begini?
"Nggak. Gue nggak putus."
"Oh..."
Angkasa menyeka peluhnya, "cuman jaga-jaga aja. Cinta mungkin ada kadaluarsanya."
"Emang kalian kenapa lagi, sih? Bukannya minggu lalu pas double date sama gue dan Kalila itu kalian baik-baik aja?"
"Baik-baik aja your ass. Kagak. Emang lo pikir waktu lo berdua asyik photo box, gue sama Rachel ngapain, jir?"
"Ngapain?"
"Bengong, bangs*t! Mana ada dusel-dusel lucu kayak lo berdua!"
Keenan mengangguk-angguk kecil, "oke ... But maybe that's how old couple works. Ya ... Sparks-nya nggak ada setiap saat."
"Gue juga berharapnya gitu, Nan. Cuman ya ... Pernah nggak sih lo lagi di satu hubungan terus lo udah liat dead end di mana-mana? Kayak udah nggak ada sesuatu yang bisa menyelamatkan kalian lagi karena ... Emang udah selesai. Udah nggak bisa diperjuangin lagi. Kalo pun diperjuangin, nanti jatuhnya maksa. Gue nggak mau Rachel merasa terpaksa sama gue."
"Rachel ... Atau elo yang ngerasa gitu?"
Angkasa kembali membungkam mulutnya. Ia lalu memperhatikan daging yang tadi Keenan bakar namun belum sempat dimakan. Laki-laki itu kemudian berkata, "kayak daging ini kali ya. Karena kelamaan dibakarnya, harusnya enak, malah jadi gosong. Nggak enak."
"Masih bisa dimakan kok," sergah Keenan sambil mengambil daging itu dengan sumpit lalu mencelupkannya ke saus yang ada di mangkuk. Ia kemudian melanjutkan kalimatnya, "sebenernya masih bisa ditolong, Bang, selama belum bener-bener gosong banget."
"Jadi maksud lo ... Lebih baik kita tetep biasa aja sama Rachel? Gue cuman mau bikin keadaan nggak begitu mengagetkan kalo kami beneran pisah."
Keenan mengunyah daging tadi kemudian mengahut, "jangan kebanyakan mikir jelek. Coba perbaiki aja dulu. Kalo emang nggak bisa, ya nanti juga ada waktunya. Nggak perlu bikin persiapan sebelum pisah segala. Bikin makin sedih aja."
Seiring dengan mendengar kalimat adik sepupunya, Angkasa menoleh ke arah handphone-nya yang menyala. Satu pesan singkat dari Rachel muncul di lock screen handphone-nya. Ia tersenyum kecil.
Keenaaann kamu membuatku semakin cinta walaupun kamu kebanyakan tulalitnyaaa❤️❤️❤️
BalasHapusTakut banget sih Angkasa malah jadi toxic sama Rachel kalau gini ceritanyaaa :(
BalasHapusAbang adek yang satu lagi kasmaran”nya yang satu lagi galau galaunya😭🙏🏻👍🏻
BalasHapusWKWKWK hidup harus seimbang kak qiqin ;))
Hapus