Day and Night: Tidak Sendirian

   


I can neither let you go or hold on to you

- Afraid by Day6


***

Karena matahari bersinar cukup cerah padahal beberapa hari ini Jakarta sering diguyur hujan, maka Refal berinisiatif untuk mengajak Laras pergi keluar rumah. Alasannya sederhana; Laras sudah terlalu lama terlihat mendung akhir-akhir ini. Sayangnya Refal selalu tidak bisa menebak alasannya dengan pasti karena pacarnya itu tidak pernah memberikan jawaban dari hati.

Setelah menghabiskan waktu seharian penuh berkeliling kota Jakarta dan melihat akuarium favorit Laras, akhirnya mereka berdua berhenti di salah satu kedai mie dan roti bakar di kawasan Jakarta Barat. Wajah Laras sudah terlihat lelah meski sesekali ia tersenyum lebar kepada Refal. Tetapi bagaimana pun Laras berusaha menutupi perasaannya, ia lupa bahwa manusia yang duduk di hadapannya juga punya perasaan.

Refal juga punya perasaan.

Maka setelah hening yang cukup lama mengisi di antara mereka, Refal pun menyandangkan tasnya ke bahu dan berujar, "yuk pulang."


Ia merasa usahanya sia-sia untuk membuat Laras bisa tersenyum tulus seperti biasanya. Seakan apapun yang Refal lakukan tidak cukup membuat Laras bahagia seperti sedia kala. Seperti dirinya tidak sedang pergi bersama siapa-siapa padahal Laras ada di hadapannya; ia merasa sendirian. Padahal seharusnya ia tidak lagi merasa kesepian bila sudah mempunyai pasangan, bukan?

Tapi kenyataannya ia selalu merasa begitu dan saat ini Refal benar-benar lelah merasa seperti itu.

"Pulang? Jam segini?" tanya Laras kebingungan. Perempuan itu melirik jam di handphone-nya dan menatap Refal heran, "Mas yakin?"

"Iya, toh kamu nggak suka juga jalan-jalan hari ini," kata Refal lirih.


Laras mengulum bibirnya. Hatinya berdegup tidak karuan. Lidahnya kelu namun sebagian dirinya terus mendorong perempuan itu untuk tidak diam saja. Ayo ngomong sesuatu, atau sudahi saja sekarang, bisik Laras dalam hati.

"Kata siapa nggak suka? Suka kok. Cuman capek aja..."

Refal menggeleng, "kamu mendung, Yas. Kayak langit Jakarta kemarin-kemarin."

"Mungkin aku takut aja sih, Mas. Sebentar lagi barang dari Yogya dateng semua dan aku ... Resmi jadi anak Jakarta."

"Segitu sayangnya sama Yogya, ya?"

"Bisa dibilang sih gitu."

Mendengar jawaban Laras yang begitu lirih membuat Refal menyadari bahwa ketakutannya. beberapa hari ini mungkin akan jadi nyata. Mungkin sebentar lagi ia harus melepaskan Laras. Tetapi apa yang membuatnya harus kehilangan Laras setelah selama ini mereka baik-baik saja?

Atau ... Mereka tidak pernah baik-baik saja?

"Mas," panggil Laras pelan, "kalo kita pisah kira-kira siapa yang mutusin untuk ambil jalan itu ya?"

Dengan suara tercekat, Refal menjawab, "kalo masih bisa diperbaiki, kenapa harus saling meninggalkan begitu, Yas?"

"Hmm ... Kan kalo, Mas. Kira-kira siapa ya?"

Kamu, Yas. 

Namun Refal memilih untuk bangkit kemudian duduk di samping Laras. Perempuan itu pun menghadap pacarnya sambil menundukkan kepala. Ia tidak berani menatap dua manik mata Refal yang begitu berkilau penuh harap seperti ini. Laras merasa tersiksa.

"Jangan nyerah sama kita ya, Yas."

***


"Fal, lo lanjut ngobrol sama Majid ya. Gue mau ada meeting sama anak-anak lain. By the way, welcome to EN Management. Di masa percobaan ini semoga lo bisa melakukan yang terbaik ya. Gue harap dengan lo masuk bikin podcast-nya Refal makin keren lagi," jelas Gana, CEO dari EN Management sambil menyodorkan tangannya pada Majid.

Majid menerima jabatan tangan Gana sambil mengangguk yakin, "gue yang bilang makasih, Mas. Padahal gue niatnya cuman anterin Janu, eh malah dapet kerjaan."

"Kalo kata Nyokap gue, hal baik itu akan datang di waktu yang tepat -meski seringnya nggak terduga."

"Bener juga," sahut Majid, "eh tapi ... Ini Refal emang sering bengong kayak gini?"

"Nggak sih, cuman baru putus. Jadi mungkin topik bulan depan bikin dia ke-trigger. Gue tinggal ya."

"Oke, Mas."

Seiring dengan Gana yang berlalu, Majid pun mencoba mempelajari wajah partner host-nya dalam sebulan ke depan. Ia tidak ingin mengecewakan kesempatan ini. Bagi Majid, langkah ini bisa memjadi sebuah batu loncatan untuknya berhenti mengurung diri dan mengingat-ingat kepergian Alena.

Baginya Alena sudah meninggal dan hal itu merupakan keputusan terbaik yang pernah ia ambil dalam hidupnya.


Setelah 10 menit tanpa suara, akhirnya Majid memilih untuk membuka percakapannya duluan, "lo tahu apa yang paling menyedihkan jadi orang yang mencintai? Ketika elo harus bertemu kenyataan pahit bahwa orang yang lo cintai nggak cinta elo sama sekali."


Refal menoleh ke arah Majid, "ngomong apa lo barusan?"

"Gue baru aja ditinggal nikah sama orang yang paling gue sayang," jawab Majid dengan senyum canggung, "dan terpuruk ternyata bukan jalan keluar yang baik. The best revenge is happiness. Nothing drives people crazy rather than seeing someone they hurt being happy."




"Kenapa ditinggal nikah?"

Majid tertawa sinis, "kita belum sedeket itu nggak sih buat cerita ginian?"

"Pfft ... Elo duluan yang mulai curhat. Mirip Juna ya lo. Seneng bikin orang penasaran."

"Elo sendiri kenapa?" tanya Majid penasaran, "muka lo sesuram langit sore ini."

"Ya itu jawabannya. Hidup gue suram. Gue nyesel kenapa nggak percaya sama perasaan gue dari dulu. Kenapa gue bersikeras untuk percaya kalo gue dikasih cinta sama dia? Padahal yang dia lakuin cuman jalanin semua ini dengan terpaksa."

"Terpaksa?" Majid mengernyitkan dahinya.

Refal mengangguk, "dia cintanya sama orang lain dan gue dateng pas dia udah hopeless banget sama orang itu. Makanya dia terima gue. Dia nggak tahu kalo gue tahu. Tapi pas dia putusin gue, gue tahu gue udah buangin waktu."

"Menurut gue sih elo nggak buangin waktu, Fal," sergah Majid, "gue juga pernah pacaran lama dan akhirnya diputusin karena gue dibilang nggak siap secara finansial buat dia. Bener sih, bener banget. Tapi pada akhirnya menurut gue kita pisah karena emang cerita kita cuman sampai situ. Nggak ada buangin waktu, yang ada gue belajar sesuatu."

"Apa?"

Majid tersenyum kecil, "gue belajar kalo secinta apapun kita, seberusaha apapun kita, kalau dia bukan orangnya, Tuhan pasti punya seribu cara buat memisahkannya. Jelas ... Perpisahan ini bikin sakit di masa sekarang. Tapi justru kalo nggak pisah sekarang, kita nggak bisa ketemu yang terbaik buat kita di masa depan. Gue yakin susah untuk nerima kenyataannya sekarang, tapi tenang aja, orang yang kena prank kehidupan bukan elo doang. Gue juga. Jadi jangan ngerasa terpukul sendirian."

Tidak ada komentar:

Leave me some comment! Thank you, guys:}

Diberdayakan oleh Blogger.