If This Was a Movie chapter 10
Grey, aku masih inget 2 Januari lho. Kita ngobrol sampe jam 1 malam kan?
Sendirinya sih inget gak? :}
Sendirinya sih inget gak? :}
***
MacBook Greyson
masih terbuka ketika pemiliknya sudah berputar putar mengelilingi kamarnya
sambil menelpon. iPhone putih
miliknya digenggam erat dan wajahnya berubah menjadi sumeringah seketika iPhone nya berdering menandakan ada
panggilan dari cewek itu. Ternyata cewek itu tidak mempermainkannya, dia benar
benar menelpon Greyson. Greyson sendiri tak mengerti mengapa jantungnya
berdegup kencang seperti ini. Tapi yang ia tahu pasti, ia menyukai suara cewek
itu ketika menyanyikan lagu untuknya.
“Kamu.. Lagi
ngapain?” tanya Maddi, cewek yang telah membuat Greyson tak berhenti tersenyum
semenjak 5 menit yang lalu. Greyson memutar kedua bola matanya. Apa yang harus
dia jawab? Haruskah dia mengatakan bahwa dia sedang melihat Maddi yang sedang
berdiri di balkon asrama sebrang dari jendela kamarnya?
“Er… Main game?” kalimat Greyson lebih terdengar
seperti pertanyaan daripada jawaban. Maddi terkekeh. “Semalam ini masih main?
Ya ampun…”
“Hahaha iya,
selama study tour disini kan aku
susah untuk bermain. Jadi aku pakai saja waktu yang ada. Sendirinya lagi
ngapain?” tanya Greyson dengan canggung. Terjadi keheningan selama 5 detik
setelah Greyson bertanya. “Madd? Suaraku terdengar kan?” tanya Greyson.
“Ah, iya.
Maaf maaf, terdengar kok. Aku lagi nelpon tablemate-ku
yang kerjaan nya main game setiap ada
kesempatan dalam kesempitan. He’s so
amazing!” seru Maddi sambil tertawa.
“Hahahahaha
dasar Maddi. Tunggu, kau menelponku lewat handphone kan? Bukannya akan sangat
mahal? Kita kan lagi di Singapura, Madd..”
“Tenang,
Grey! Kita satu provider, jadi jauh lebih murah. Lagian aku tidak keberatan,
selama ini aku tidak memakai pulsaku.”
“Astaga,
yasudahlah kalau begitu.”
“Greyson, disini
ada lampu!” seru Maddi. Greyson terkekeh lalu berdehem.
“Ehem, disini
juga ada, Madd..”
“Apakah
disana terang?”
“Yap! Tentu
saja.” jawab Greyson sambil terkekeh. Maddi memang menyenangkan!
“Greyson,
kamu mau kuliah dimana?” tanya Maddi mengalihkan topik pembicaraan.
“Aku tidak
tahu jelasnya. Tapi aku mau jadi pilot. Sendirinya?”
“Masih belum
menentukan… Ah, jujur aku sedikit canggung dengan kata ‘sendirinya’ milikmu.”
“Hahaha lama
lama juga kamu terbiasa…”
“Greyson,
kalo kata kamu.. Megan itu bagaimana?”
“Megan? Seru,
cerewet, tukang maksa. Hahaha kalo menurut Maddi?”
“Sama
sepertimu hahaha. Kalo Mackenzie?”
“Dia sangat
manis sekali, pendiam, ramah….”
“Wah, mirip
sekali dengan tipemu ya, Grey.” suara Maddi tiba tiba mengecil, seperti kecewa.
“Tidak juga
kok, Madd..”
“Lalu seperti
apa tipe cewek kesukaanmu?”
“Aduh, aku
bingung jawabnya.. Menurutku yang penting baik, pintar dan seagama. Hahaha.”
“Aduh, kau
naïf sekali…. Kalau menurutmu, aku itu orangnya seperti apa ya?” tanya Maddi
penasaran. Greyson tersentak kaget, ia lalu tersenyum kecil. “Kau itu baik,
penolong, pintar, perhatian tapi sayang… Kau sangat cerewet hehehe.”
“Duh, aku
memang cerewet dari dulu…”
“Hahaha justru
jika kau tidak cerewet bukan Maddi Kristie Jane namanya!”
“Anyway, Greyson tidak keberatan aku
bertanya banyak hal?”
“Jika aku
keberatan, aku tidak akan menjawabnya dari tadi.”
“Bagus! Kau
kan sudah punya 2 mantan nih.. Bagaimana caranya melupakan mantanmu?” tanya
Maddi dengan riang. Deg! Topik ini adalah hal yang paling Greyson benci. Matan
pacar, masa lalu, sakit hati.. Greyson benci semuanya.
“Lama lama
juga lupa sendiri, Madd. Kau mau melupakan siapa sih?”
“Ah! Gak seru
nih. Tidak ada sih, hanya bertanya.”
“Ya gimana
dong memang aku benar benar menganggap semuanya biasa saja setelah putus. Tidak
perlulah mengungkit hal hal semasa masih menjadi sepasang kekasih. Kalau mau
seperti itu, kenapa harus putus? Buang buang waktu saja.”
“Er… Jadi…
Kau tidak pernah merindukan mantanmu?”
“Jujur atau
bohong?”
“Kau
menyebalkan ya, Grey. Hahahaha.”
“Untuk apa
kita mengingat hal yang sudah lewat? Di masa depan masih ada yang lebih baik
yang setia menunggu kita, Madd…”
“Wah, Greyson
cukup bijak ya…. Maddi tidak menyangka.”
“Maddi
harusnya sudah mengetahuinya, hahahaha.”
“Ish, tapi
menurutku.. Tiffany sangat bodoh melepaskanmu begitu saja.”
“Ugh…. Sebenarnya,
dia tidak melepaskanku. Kami melepaskan diri kami masing masing. Keputusan
bersama. Kurasa hal itu memang yang terbaik untuk kami.”
“Ah, Greyson.
Kau itu ganteng, pintar, perhatian, baik, terkenal… Banyak orang yang
menyukaimu dan nyaman denganmu. Kenapa dia melepaskan hal yang berharga seperti
itu?” tanya Maddi dengan nada heran. Greyson tertegun. Maddi.. Oh Maddi..
Tolong jangan buat hatiku kacau seperti ini, Madd…. kata Greyson dalam hati.
“Terima
kasih, Maddi. Aku sudah tahu aku adalah orang yang paling istimewa yang pernah
ada!” seru Greyson lalu dibarengi dengan tawanya. Greyson melihat ke arah
balkon asrama Maddi. Disana Maddi sedang berjalan berputar putar dengan senyum
lebar yang sangat manis, senyum yang selalu Greyson tunggu dari Maddi.
“Well, kau
dimana?” tanya Maddi akhirnya. Greyson tersenyum miring.
“Tentu saja
di kamarku, kau sedang di balkon ya?” tanya Greyson dengan nada menggoda.
“Ya! Dingin
sekali, ugh.” gerutu Maddi. Grey kembali mengintip dari jendela, Maddi sedang
merapatkan jaket hijaunya yang sejak tadi ia pakai. Greyson tertawa kecil lalu
beranjak dari tempat duduknya. Dilihatnya Joe dan Marcel sudah terlelap di
tempat tidur masing masing. Greyson membuka pintu lalu berjalan keluar menuju
ruang tengah tingkat dua yang merupakan tempat pintu menuju balkon berada.
“Grey?”
panggil Maddi.
“Yes, miss?”
sahut Grey.
“Kenapa diam
saja…. Ayo bunyi…” kata Maddi dengan suara canggung.
“Aku tidak
tahu harus berkata apa.” kata Greyson sambil mengintip dari jendela yang berada
di samping pintu menuju balkon. Kali ini cewek berambut cokelat itu sedang
melihat ke langit lalu tersenyum kecil. “Greyson kau tahu, bintangnya banyak
sekali.”
“Iya Madd…”
“Kau tahu,
mereka berkelipan. Kuharap kau melihatnya. Mereka sangat indah sekali.”
“Aku
melihatnya Madd…”
“Kau mau satu
bintang dari sana?”
“Kau terlalu
banyak nonton sinetron ternyata Madd, hahahaha.”
“Hahahaha
mungkin. Tapi aku ingin bintang, satu saja.”
“Sulit untuk
mengambil bintang, Madd. Bagaimana kalau diganti oleh lampu yang biasanya
berada di pohon natal? Bukannya mereka pun berkelap kelip?”
“Iya, tapi
tidak secantik bintang bintang itu.” kata Maddi lagi. Ugh, yang cantik itu kau,
Madd! seru Greyson dalam hati.
“Tapi
setidaknya mereka juga bisa menerangi malammu.”
“Hahahaha
bisa saja kau, Grey.”
“Hehehe
selalu.” sahut Grey sambil tersenyum tipis.
“Greyson,
disini ada kucing lho!” seru Maddi. Ia tampaknya benar benar kehabisan ide
untuk berbincang dengan Greyson. Greyson terkekeh. “Disini pun ada, lengkap
lagi! Mulai dari ibu, ayah, kakak, adik, nenek, kakek…”
“Apakah ada
om dan tante mereka juga, Grey?”
“Ada, Madd!
Mereka lengkap! Satu keluarga penuh!”
“Hahahahahaha.
Hey, Grey. Apa pendapatmu tentang study tour kali ini?”
“Menyenangkan…
Seru! Ini kali pertamanya aku keluar negeri bersama teman temanku.”
“Akupun
begitu. Aku tidak pernah menyangka lho bisa sekelompok denganmu.” kata Maddi
dengan tawa kecil diakhir kalimatnya. Greyson tersentak kaget. Ia hanya bisa
tersenyum.
“Iya. Akupun
begitu..”
“Senangnya
bisa mengenal Greyson lebih jauh.”
“Hahahaha kau
belum tahu aku yang sebenarnya!” seru Grey.
“Ah! Aku
tidak bisa melupakan mengerjakan banyak sekali games disini! Bersama Megan,
Amy, Marcel, Joe... Greyson….”
“Akupun
begitu, Madd. Terima kasih atas kerja samanya.”
“Hehehe sama
sama, Greyson.” kata Maddi sambil terkekeh. Maddi lalu mengadahkan tangan ke
langit lalu wajahnya berubah kaget mendekati canggung.
“Greyson,
hujan! Turun hujan! Hujan air!” seru Maddi dengan riang.
“Haaaah?
Maddi hujan pasti air lah.”
“Ah, Greyson!
Kau harus merasakan tetesan air hujannya.”
“Mereka hanya
air, Madd. Sama saja, tidak ada yang istimewa.”
“Uh…” Maddi
menarik nafas panjang lalu tersenyum. “Sebenarnya semuanya jadi terasa istimewa
kalau ada Greyson, hehehe.” ia lalu terkekeh. Greyson tersenyum kecil lalu
bersiap membuka pintu balkon tersebut.
“Gombalanmu
kurang berhasil.” kata Greyson pelan. Greyson memang tidak bisa memuji cewek
secara langsung, ia terkadang malah berbicara fakta kebalikannya. Ia sedikit
kikuk berhubungan dengan cewek, apalagi dengan cewek yang ia sukai.
“Ah,
terserahlah.” kata Maddi dengan nada jutek.
“Duh,
ngambek?” tanya Greyson sambil terkekeh.
“Iya, aku
disini diluar sendirian, menelponmu, dingin dan kau malah mengejekku..” tiba
tiba kalimat Maddi terhenti ketika Greyson sudah berada di balkon dan berdiri
tepat di sebrangnya.
“Kalau
begini, sudah tidak sendirian kan?” tanya Greyson sambil tersenyum.
Maddi
terdiam, wajahnya merona. Ia lalu mengangguk. “Iya…”
“Hahahaha,
aku akan menemanimu, Madd…”
“Terima
kasih, Grey. Bukannya dari tadi!” serunya sambil menahan tawa.
“Maaf maaf….”
“Okey, sampai
mana tadi?”
“Sampai
bintang, lampu, hujan apalah itu.” jawab Greyson dengan nada tak acuh.
“Ish, hujan!
Grey ini amazing, hujan!”
“Kau..
Idiot.” kata Greyson sambil terkekeh. Maddi yang berdiri di sebrang sana
langsung mengerucutkan bibirnya. “Astaga, menyebalkan!”
“Hahaha iya,
Maddi Kristie Jane. Hujannya turun.”
“Hehehe.
Grey, hujannya hangat ya…” kata Maddi pelan. Grey memutar bola matanya lalu
berbicara tanpa suara. “Maksudmu?”
“Ya, hujannya
malam ini terasa hangat….”
“Kenapa bisa
begitu?”
“Mungkin
karena ada kamu di sebrang sana?” tanya Maddi dengan suara pelan. Maddi menatap
cowok yang berdiri tepat di sebrangnya, entah sejak kapan ia menyukai sosok
laki laki bersenyum manis itu. Sementara Greyson, ia menatap Maddi lalu
mendapati pipi teman sebangkunya itu memerah merona. Ia pun merasakan pipinya
memanas.
“Grey?”
panggil Maddi setelah terjadi keheningan cukup lama.
“Ya, Madd?”
“Kau tidak
berbunyi lagi.” Katanya dengan nada kesal. Greyson terkekeh.
“Aku hanya…
Tidak tahu harus bicara apa.”
“Kenapa tidak
tahu?”
“Entahlah.”
jawab Greyson pelan. Kembali terjadi keheningan diantara Maddi dan Greyson.
Mereka berdua sama sama bingung harus berkata apa lagi. Greyson lalu terkekeh
ketika melihat wajah gadis yang selalu menjadi mimpinya itu mulai cemberut.
“Maddi?”
panggil Greyson pelan.
“Ya?” sahut
Maddi dengan cuek.
“Kurasa.. Aku
juga merasakan hal yang sama.” kata Greyson malu malu.
“A… Apa
maksudmu?” tanya Maddi gugup.
“Kurasa aku
juga merasakan hujan yang hangat Madd, hehe.” kata Greyson pelan. Maddi
tersentak kaget, jantungnya berdegup lebih kencang lagi. Ia berbalik lalu
menutup mulutnya supaya tidak berteriak. Sementara disebrang sana Greyson pun
berbalik lalu tertawa kecil.
Maddi terdiam
sejenak lalu teringat sesuatu. Ia sempat berfikir untuk menyanyikan sesuatu
untuk Greyson. Ia lalu berbalik dan berteriak memanggil Greyson. “GREEEEEY!”
serunya. Greyson yang sedang tertawa lalu berbalik dan berkata tanpa suara
“apa, Madd?”
“Matikan
telponnya!” seru Maddi. Greyson terlihat linglung lalu menunjukkan iPhone nya.
“Dimatikan?”
tanyanya canggung.
“Iya!” jawab
Maddi dari sebrang. Greyson lalu memutuskan sambungan telponnya dengan gadis
itu. Sekilas ia lihat durasi telponnya dengan Maddi, sekitar 46 menit 14 detik.
Sudah selama itu kah? tanya Greyson
dalam hati tak percaya.
“Kenapa? Kau
ingin tidur?” tanya Greyson heran.
“Tidak! Aku
mau bernyanyi untukmu!” seru Maddi dengan riang. Mungkin terasa sangat
berlebihan, tapi Greyson merasa ia tidak bernafas selama beberapa detik. Maddi
benar benar selalu penuh kejutan!
“Haaah? Kau
mau bernyanyi?” tanya Greyson heran. Maddi mengangguk. “Untukku?” tanya Greyson
lagi. “Iyalah, memangnya untuk siapa lagi?” tanya Maddi kesal. Greyson hanya
tersenyum kecil lalu mengangguk. Maddi tertawa lalu menarik nafasnya dalam
dalam. Ia lalu mulai bernyanyi.
When I see your face, there’s no a thing that I would change.
Cause you are amazing, just the way you are.
And when you smile, the whole world stop and stare for a while.
Cause Greyson you are so amazing, just the way you are.
Wajah Maddi merona, ia lalu tersenyum kecil dan bertepuk tangan sendiri. Greyson pun bertepuk tangan lalu tersenyum kecil.
“Terima
kasih Maddi!” seru Greyson. Greyson benar benar senang. Ia tidak menyangka
Maddi akan menyanyikan lagu ini untuk Greyson.
“Hahahaha
sama sama. Anyway, aku sudah punya
kado untukmu!”
“Wah,
serius? Ah jangan repot repot!” seru Greyson.
“Tidak
kok.. Besok sebelum berangkat untuk cari souvenir aku kasih ya….”
Greyson
tersenyum kecil lalu mengangguk. “Terima kasih banyak, Maddi! Madd, ini sudah
malam. Kau harus tidur sekarang…”
Maddi
melirik jam nya. “Astaga! Aku tidur dulu ya, sampai besok, Greyson!” seru
Maddi. Ia melambaikan tangannya lalu bergegas masuk. Jantungnya masih berdegup
kencang, iramanya sama dengan irama detakan jantung Greyson.
Sementara
di Asrama sebrang, Greyson tak henti hentinya tersenyum. Ia benar benar tidak
menyangka memiliki malam yang menakjubkan seperti ini. Ia masih berdiri di
balkon Asramanya sambil mencoba merangkai kata kata, ia ingin berbicara lagi
pada Maddi.
Akhirnya,
ia putuskan untuk membuka Yahoo! Messager nya lalu mencari nama maddijane. Ia
langsung mengetik beberapa kalimat. Ia berharap Maddi masih terjaga.
greysonchance : Maddi kau sudah tidur?
maddijane : Belum sedang bersiap siap, hahaha kenapa?
greysonchance : Tidak, hanya bertanya saja.
maddijane : Well, aku baru sadar ulang tahun kita berbeda 3
hari!
greysonchance : Oh ya, kau 6 Maret bukan?
maddijane : Betul sekali. Aku lebih muda daripada kau.
greysonchance : Hahaha sudah malam, cepat tidur!
maddijane : iyaaa, kau juga ya, Grey.
greysonchance : Makasih ya Madd, untuk lagunya walaupun
agak.. Hehehe.
Maddi
yang hanya membaca selintas langsung terbangun ketika menyadari ada hal yang
aneh dalam pesan Greyson kali ini. Memangnya ada apa dengan laguku?
maddijane : Aduh, lagunya kenapa Grey?
greysonchance : Tidak, lupakan. Cepat tidur!
maddijane : Aduh, maksudku menyanyikan itu supaya.. Greyson
semakin baik gitu, lebih baik karena sudah amazing hahaha aduh aku bicara apa sih. Intinya aku hanya ingin kau
tetap seperti dirimu, jika mau berubah pun kearah lebih baik! You’re an amazing
boy just the way you are!
Mata
Maddi sudah ingin terpejam tetapi Greyson belum juga membalas pesannya.
Sementara di sebrang sana, Greyson sedang tertawa kecil sambil melihat ke arah
langit. Ia bingung harus menjelaskan dengan kalimat apa. Yang jelas menurutnya
lagu itu agak membuatnya berharap lebih jauh pada Maddi. Tapi kan dia tak
mungkin mengatakannya. Greyson tersenyum kecil lalu mengetik cepat.
greysonchance : Ah dasar kau, aku masuk dulu ya sudah
ngantuk. Sampai besok. Tidur!
Belum sempat Maddi mengetik balasan untuk Greyson, cowok yang senang bermain Game Online itu sudah berstatus offline. Walaupun sebenarnya Maddi masih penasaran, matanya sudah tidak bisa diajak berkompromi lagi. Ia akhirnya memutuskan memejamkan matanya dan terlelap dalam suasana kebahagiaan. Begitu juga dengan Greyson.
Ini
kali pertamanya ada gadis yang menelponnya tepat pukul 12 malam dan menyanyikan
lagu untuknya. Kebahagiaannya semakin bertambah mana kala gadis yang
menelponnya itu adalah orang yang selama ini ia perhatikan, Maddi Jane.
Ia
mulai berani berharap lebih pada Maddi, apalagi setelah pembicaraannya dengan
Adam waktu itu. Tapi tetap saja dia belum benar benar yakin. Ia masih butuh
kepastian dari Maddi. Tapi ia sendiri tak punya nyali yang cukup dan alasan
yang kuat untuk menanyakannya pada Maddi.
Mungkin
Greyson memang menyukai Maddi, tapi ia sendiri belum bisa memastikan
perasaannya. Rasa suka ini adalah kekaguman, sebatas teman atau lebih. Ia tidak
ingin menyianyiakan waktunya dengan cinta yang tidak pasti. Ia ingin semuanya
berjalan lancer, tidak terputus di tengah kebahagiaan seperti 2 hubungannya
yang lalu.
Greyson
akhirnya mematikan MacBook nya, mengisi batre iPhone nya lalu segera meringkuk
dalam selimut. Udara Singapura malam ini cukup dingin, bahkan tanpa menggunakan
pendingin ruangan. Ia terlelap seiring dengan bayangan suara Maddi mengalun di
telinganya.
Sementara
kedua sejoli itu berbahagia, ada orang lain yang merasakan detakan jantung yang
cepat, dengan irama yang sama tetapi
memiliki makna yang berbeda. Jendela kamar Asrama Putra Valencia nomer 603
sangat strategis untuk melihat ke arah balkon yang tadi di tempati oleh Maddi
dan Greyson saat sedang menelpon.
Ia
meremas iPhone 4s nya lalu meraih selembar foto yang ada di meja kecil yang
berjarak beberapa sentimeter dari tempatnya berdiri. Ia merasa sakit, tapi
entah sakit untuk apa. Ia merasakan cemburu, tapi entah apa alasannya untuk
merasakan perasaan itu. ia benar benar kacau.
Ia
menyayangi gadis itu, tapi ia sadar, ia benar benar dalam keadaan dimana ia
harus memilih. Ia terjebak pada satu keadaan dimana ia mempunyai dua pilihan yang sama sama memiliki resiko
yang mematikan. Ia sadar betul apa yang akan terjadi setelah memilih salah satu
di anatara mereka.
Akan
ada yang bahagia juga akan ada yang terluka.
Tapi
hati Adam sudah lebih siap sekarang. Ia sudah yakin bahwa salah satu gadis yang
ia cintai sudah menemukan cintanya sendiri. Ia bisa pergi dengan tenang bersama
gadis yang satu lagi. Ini benar benar rumit ketika kalian mencintai dua orang
yang dekat dengan kalian, dengan perasaan cinta yang berbeda tetapi ketika
memilih dan meninggalkan salah satunya, mereka memiiliki resiko yang sama.
Wanita
itu terlalu rapuh. Mereka perasa, mudah tersakiti dan mudah juga untuk
menangis. Adam kini mengerti apa yang Greyson maksud. Memilih dan menegaskan.
Ia sudah yakin dengan pilihannya.
Ia
sadar, semakin lama ia tetap membuka pintu untuk cewek berambut cokelat lurus
itu, semakin lama ia akan tersiksa dan menyiksa cewek yang sebentar lagi akan
menjadi pacarnya, Mackenzie. Sementara jika ia memilih Mackenzie, cewek itu
masih bisa bertahan karena kini ia telah menemukan orang yang ia sayangi.
Terkadang,
memutuskan untuk mengemas perasaan, membuangnya jauh jauh dan pergi untuk
memberikan hati kita kepada yang lain adalah hal yang sulit. Tapi cinta
tetaplah cinta. Tak ada cinta yang selalu
berjalan sempurna tanpa ada patah hati di dalamnya. Justru patah hatilah
yang membuat cinta menjadi lebih berwarna.
Memilih,
ya Adam sudah memilih dan kini ia harus mempertanggung jawabkan pilihannya. Hidup
itu mendaki dan ia tidak bisa terus berhenti seperti ini. Ia harus tetap mendaki
sampai ia dapat berdiri dipuncak dan melihat pemandangan yang indah.
Adam menghela
nafas, ia tersenyum kecil.
“Aku
percaya, dalam hatimu pernah ada aku. Dan kaupun harus percaya, dalam hatiku
pernah ada namamu. Tapi sekarang, keadaan sudah berubah dan lupakan semua
perasaan cinta itu. Kau sahabatku dan tak akan pernah berubah. Jaga hatimu baik
baik, aku pergi dari ruangan itu ya.. Aku menyayangimu. Selamat tinggal, Maddi
Jane-ku….” kata Adam lalu menyobek fotonya dengan Maddi.
Ia menarik
nafas lagi, hatinya kini mulai lebih lega. Ia harus siap menyambut kedatangan
Mackenzie. Menyambut gadis yang akan mengisi penuh ruang hatinya. Mulai kini,
tak akan ada lagi sakit yang terasa ketika Maddi bersama Greyson. Mulai kini
perasaan sayang itu berubah kembali menjadi sekedar sahabat. Sahabat, hanya
sahabat, tidak lebih.
Tapi,
jika Adam boleh jujur, hatinya seperti tercabik ketika ia menendang keluar
semua kenangan seputar cintanya bersama Maddi. Hatinya masih belum bisa
menerima keluarnya Maddi. Hatinya masih terikat pada Maddi.
Karena perpindahan
hati tidak bisa berpindah dengan hitungan jari, perpindahan itu butuh proses. Karena datangnya perasaan juga
butuh proses. Dan hidup itu bukan film, yang bisa di percepat sehingga kita
bisa langsung tau akhir dari segalanya.
Adam berjalan
ke tempat tidurnya. Ia sedikit gelisah. Ia memutuskan untuk bangkit lagi dan
berjalan menuju jendela dan langsung melihat ke langit. Langit malam ini penuh
bintang dan ia tahu sekali Maddi suka sekali dengan bintang. Ia tersenyum kecil
lalu berbisik, “My
universe will never be the same without you. I’m glad you came, Maddi…”
Adam
tersenyum kecil lalu berjalan menuju tempat tidurnya. Ia merebahkan dirinya
lalu memejamkan matanya. Otaknya masih saja menyediakan bayangan Maddi Jane. Tapi
banyangan itu mulai memudar seiring dengan kantuk yang datang.
Adam
akhirnya menarik selimut abu abu itu lalu berdoa. Ia berharap agar hatinya
secepatnya terbiasa dengan keadaan ini dan ia siap untuk meminta Mackenzie
menjadi kekasihnya. Karena sebenarnya, ia sudah lelah berada dalam situasi terjebak
dalam dua hati tanpa kepastian seperti ini.
To be continued...
Tidak ada komentar:
Leave me some comment! Thank you, guys:}