[SHORT STORY] SPEAK NOW: We Are Never Ever Getting Back Together
Hiyaaa Speakers!
Selamat hari kemerdekaan Indonesia yang ke -67! Semoga Indonesia makin berjaya,
amin! Well, entah kenapa gue berfikir buat manggil para Speak Now readers
dengan sebutan Speakers. What do you think? :p Sekarang gue mau nulis short
story yang merupakan kelanjutan fan fiction Speak Now gue.
Check out my Speak Now here and hope you like it, Speakers!
***
TAYLOR ALISON SWIFT’S
POV
Cody
Simpson menatapku dengan tatapan memelas. Entah untuk apa itu, tapi yang kutahu
dia tak bisa mendapatkan hatiku lagi. Aku masih ingat betul bahwa aku pernah
mencintainya, tetapi kini tidak lagi. Aku masih ingat betul bahwa dia pernah
mempunyai sedikit ruang di hatiku, tetapi kini semua untuk Daniel. Daniel-ku
yang sedang berjuang disana.
Sudah 4
tahun setelah kelulusan SMA, Daniel pergi meninggalkanku untuk kuliah di Jerman
untuk mengambil jurusan kedokteran. Dia memang menyukai Bahasa Jerman dan
beruntung dia bisa mendapatkan beasiswa untuk bersekolah disana.
Sejujurnya,
aku tidak suka berada jauh dari Daniel. Tapi aku tahu impiannya dan aku juga
tahu dengan pergi ke Jerman, jalan untuk menuju mimpinya segera terbuka lebar.
Aku mungkin bisa menahannya untuk tidak pergi, namun aku tidak melakukan itu.
Rasanya terlalu childish jika kamu
menutup jalan impian seseorang yang kau cintai dengan alasan sepele yang
terkadang terdengar menggelikan, tidak
bisa hidup jauh darimu. Ugh, astaga aku takkan pernah melakukan itu!
Akhirnya
aku membuat perjanjian dengan Taylor Daniel Lautner-ku. Aku akan menunggunya
sampai ia kembali dari Jerman. Setelah itu dia akan praktek di Indonesia dan Ia
berjanjii padaku, setelah kami siap, ia akan melamarku menjadi istrinya. Lagi
lagi bulu kudukku merinding karena geli membicarakan pernikahan. Aku akan
menikah dengan orang yang kucintai semenjak kelas 7 SMP? Terdengar gila, tapi
aku sangat menyukai ide tersebut.
Sementara
Daniel pergi, akupun disini berjalan mewujudkan impianku. Aku mengambil pilihan
hidup untuk menjadi seorang Public
Relation dan berkuliah di London
School Public Relations Jakarta. Aku sedang dalam detik detik menuju
akhir dari masa pendidikanku dan menuju kehidupan sebenarnya. Sementara Daniel…
Dia masih bersekolah di Jerman, bahkan mungkin setelah 3 tahun aku bekerja.
Dan
lagi lagi aku menunggu Daniel, seperti dulu saat di bangku SMP.
Tapi
aku tidak begitu menghiraukan penungguanku, karena aku menunggu untuk sesuatu
yang pasti. Sesuatu yang tidak akan sia sia akhirnya. Sesuatu yang akan berakhir
bahagia pada waktunya. Pasti, aku percaya Daniel akan menepati janjinya.
4 tahun
setelah kelulusan SMA, banyak sekali hal yang berubah disekitarku. Mulai dari
lingkungan, pendidikan, teman teman, keluarga dan juga hati. Teman temanku
sekarang sudah berpencar. Demi Lovato-ku sekarang tinggal di Paris, ia berkuliah
disana. Aku senang karena Demi tinggal disana, aku punya alasan untuk beberapa
kali pergi ke Paris hahaha. Miley kini sedang kuliah di Inggris. Nick dan Joe
kuliah di Singapura. Sementara aku, Ashley, Selena, Justin dan Edward Cullen-ku
tetap setia di Negara tercinta, Indonesia.
Yana
kini sudah bertunangan dengan pacarnya, Fazar. Sementara Austin sibuk dengan
gitar dan sekolahnya. Banyak sekali yang berubah seiring dengan berjalannya
waktu. Aku sendiri tak percaya aku bisa sampai disini.
Hatipun
banyak yang berubah. Setelah lulus SMA, hanya aku dan Daniel yang masih
bertahan. Sementara Demi-Edward, Ashley-Joe, Miley-Nick, Selena-Justin
tinggallah kenangan. Tapi itu semua tidak membuat kami semua berpisah, kami
tetap bersama sama. Hanya saja, semua menjadi canggung ketika secara tak
sengaja ada yang teringat dengan kisah cinta kami selama bangku SMA.
Tapi,
aku dan Daniel pun sempat mengalami perubahan sekaligus perpindahan. Karena
jarak yang sangat jauh dan waktu yang berbeda, aku dan Daniel sempat berpisah
selama dua tahun lamanya. Kejadian itu terjadi setelah satu tahun Daniel
tinggal di Jerman. Kami masih dalam perpindahan dari remaja menuju dewasa, jadi
kelabilan pun masih ada.
Selama putus
itulah, hatiku berubah. Aku sempat lost
contact dengan Daniel. Daniel ternyata sudah mempunyai pacar setelah putus
denganku sekitar 3 bulan dan saat itu Cody Simpson kembali menghubungiku. Ia
tahu aku sedang kosong dan patah hati. Dan lagi lagi, ia kembali menyatukan
hatiku yang terlanjur patah karena Daniel.
Kami
berpacaran sekitar satu tahun setengah, tapi tetap saja dalam hatiku tempat
Daniel terlalu besar untuk Cody geser. Beberapa bulan masa awal pacaran, Cody
masih sangat sabar seperti dulu dan menerima hatiku yang masih berpihak pada
Daniel, lama kelamaan? Hah, kau harus ingat, Cody Simpson walaupun wajahnya
semanis malaikat, tapi sebenarnya hatinya juga hati manusia. Dia juga rapuh,
dia juga susah untuk bertahan. Dia juga punya batas kesabaran.
Dan dia
meninggalkanku ketika aku menangis lagi di hari ulang tahun Daniel, 26 Mei.
Aku
ingat betul bahwa dia marah padaku dan aku juga tahu bahwa aku salah, tak
seharusnya aku seperti itu pada Cody. Cody sudah baik padaku. Cody selalu
bersamaku. Cody selalu menyemangatiku ketika aku patah karena Daniel.
Kalau
boleh jujur, saat itu hatiku patah lagi dan entah bagaimana ceritanya, Cody
kembali padaku. Aku mulai bertekad untuk melupakan Daniel, karena kudengar
Daniel sudah bahagia disana. Kulupakan janjinya di Bandara saat ia akan
berangkat ke Jerman untuk menikahiku setelah ia pulang ke Indonesia dan
keadaannya sudah memungkinkan.
Ketika
hatiku mulai memberikan ruang Daniel pada Cody, Cody malah berubah. Ia tidak
sesabar dulu, mudah marah, selalu datang dan pergi sesuka hatinya. Itu
membuatku sakit, terluka dan merasa seperti orang bodoh. Kenapa aku harus
merasa sesayang itu pada Cody ketika Cody sudah mulai melupakanku?
Dan aku
teringat, karma itu ada.
Kurasa
aku mendapatkan karma karena aku sering membuat Cody bersedih. Aku mencoba
untuk lebih sabar, tapi aku tidak tahan dengan semua ketidakpastian ini. Kami
berulang kali putus nyambung dan itu benar benar membuat hatiku terluka.
“Alice…
Tolong, fikirkan lagi. Aku janji akan benar benar berubah.” kata Cody pelan.
Aku yang sejak tadi hanya mendengarkan Cody masih saja terdiam. Tak bergerak
dan tak menjawab. Kami ada di lantai 2 Café Hampavala, duduk di kursi paling
pojok yang mempunyai letak strategis untuk melihat ke arah panggung. Cody
membawa bunga mawar merah kesukaanku. Ini semua sama seperti dahulu.
Tapi
hatiku sudah terlanjur membuang perasaanku yang dulu.
Cody
sejak tadi mengoceh bahwa ia mencintaiku, tak bisa kehilanganku dan sederet
omong kosong yang berkali kali sudah kudengar dari mulut manisnya. Cody yang
aku cintai sudah berubah dan aku tidak bisa memaksakan diriku untuk berjalan
dengan orang yang tak aku cintai. Itu hanya akan membuatku dan Cody semakin
tersiksa.
“Alice,
aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Sungguh… Aku tak akan memintamu untuk
menjauhiku lagi karena aku merasa tak bebas. Justru aku tak bisa hidup bebas,
aku butuh kamu disamping aku.” jelas Cody. Aku refleks langsung tertawa. Aku
ingat, kali pertama kami putus setelah ia marah besar karena aku menangis lagi
di ulang tahun Daniel, ia bilang ia membutuhkan ruang untuk bebas. Namun ia
meminta ruang padaku setelah 1 bulan kami tak berhubungan dan bertemu.
“Hah? You’re kidding me? Konyol sekali.”
kataku sambil mendengus.
“Alice,
kau harus percaya padaku.. Aku menyayangimu. Kau tahu itu kan? Percayalah…”
“Ugh,
sudah tak ada lagi yang bisa kupercaya darimu.”
“Setidaknya
aku tidak meninggalkanmu! Setidaknya aku tidak memutuskanmu dan jadian dengan
cewek lain dengan mudahnya! Setidaknya aku tidak membuatmu menunggu! Aku memberikanmu
kepastian! Aku tidak seperti Daniel yang terus menerus menyiksa hatimu! Daniel
tidak sungguh sungguh mencintaimu! Cintanya kalah oleh jarak dan waktu!” seru
Cody.
Aku
tersentak. Tolol, kau tidak tahu apapun tentang aku dan Daniel yang sekarang!
Aku benci jika ada orang yang menyalahkan Daniel seperti itu. Tidak, Daniel
tidak salah! Tidak, jarak dan waktulah yang salah. Tidak, Daniel-ku peka! Ia
memberiku kepastian!
“Semua
yang kau katakan mungkin benar, kecuali satu. Kau yang tidak memberikanku kepastian,
bukannya Daniel. Jangan sok tahu.” kataku sambil berdiri. Cody tersentak lalu
ikut berdiri, wajahnya makin memelas. Aku kasihan padanya tapi tidak, aku tidak
bisa kembali padanya.
“Tolong
beri aku kesempatan lagi!”
“Aku
tidak suka ada yang menyalahkan Daniel seperti itu.”
“Daniel
memang salah!”
“Jangan
sok tahu, dia lebih baik daripada kau.”
“Tidak,
tolonglah Swift….”
“Tidak,
Simpson.”
“Kau
masih menyayangiku kan?” tanya Cody dengan tatapan memelas. Duh, tatapan itu
lagi! Cody selalu membuatku tersiksa dengan tatapan seperti itu. Aku menghela
nafas.
“Daniel
tidak akan kembali padamu…”
“Ugh…”
“Alice…”
“Aku
tahu aku pernah membuatmu sakit, maafkan aku.”
“Ah!
Semua itu sudah kulupakan. Aku rela, Alice. Aku rela. Tapi kembalilah padaku,
Al…” pinta Cody. Aku menghela nafas lalu melihat ke arah panggung. Ada gitar
akustik berwarna merah tua disana. Aku tersenyum kecil lalu menatap Cody.
“Ada
yang ingin aku bicarakan denganmu.”
“Ah?
Apa itu Al? Kapan kau akan bicara?” tanya Cody sumeringah.
“You’ll know it now...” kataku dengan
senyum mengembang.
***
Kini
aku sudah berdiri di atas panggung dengan gitar akustik merah tua itu. Aku
menatap Cody dengan tatapan mautku, tatapan malaikat tanpa dosa yang memberikan
harapan. Hah, setelah kau datang dan pergi sesukamu, mengatakan Daniel-ku
bersalah, membiarkanku pergi, kini kau memintaku kembali? Jangan harap!
“Malam
Café Hampavala! Rasanya sudah lama sekali aku tidak bernyanyi disini… Hari ini
aky akan menyanyikan lagu yang beberapa hari lalu aku tulis. Semoga kalian
menyukainya.”
Aku
mulai memetik gitarku lalu menarik nafas.
Aku
berharap kau bahagia, sepertiku sekarang ini walaupun bukan denganku, Cody.
I remember when we broke up the first time
Seeing this is, and had enough, it's like
We haven't seen each other in a month
When you, said you, needed space, what?
When you come around again and say
Baby, I miss you and I swear I'm gonna change
Trust me, remember how that lasted for a day
I say, I hate you, we break up, you call me, I love you
Oooh we called it off again last night
But Oooh, this time I'm telling you, I'm telling you
We are never ever ever ever getting back together
We are never ever ever ever getting back together
You go talk to your friends talk
And my friends talk to me
But we are never ever ever ever getting back together
Seeing this is, and had enough, it's like
We haven't seen each other in a month
When you, said you, needed space, what?
When you come around again and say
Baby, I miss you and I swear I'm gonna change
Trust me, remember how that lasted for a day
I say, I hate you, we break up, you call me, I love you
Oooh we called it off again last night
But Oooh, this time I'm telling you, I'm telling you
We are never ever ever ever getting back together
We are never ever ever ever getting back together
You go talk to your friends talk
And my friends talk to me
But we are never ever ever ever getting back together
I used to think, that we, were forever ever
ever
And I used to say never say never….
And I used to say never say never….
We are never getting back together, like ever!
Semua mata menuju padaku. Mereka semua lalu berdiri dan
bertepuk tangan untukku, kecuali Cody. Aku tertawa kecil lalu menaruh gitar
merah tua itu dan memberikan tanda untuk berhenti bertepuk tangan.
“Cody,
kau sudah dengar?” tanyaku dengan senyum mengembang. Kulihat jelas wajah Cody
yang tadinya penuh harap berubah menjadi kecewa. Aku tahu, Cody tahu betul
bahwa aku akan mengungkapkan sesuatu lewat laguku.
“Tapi,
Ali….”
“Shhh,
semuanya sudah berakhir.”
“Tolong
fikirkan lagi, Ali….”
“Tidak,
asal kau tahu, semenjak kau putus denganku, Daniel sempat kemari. Kami
membicarakan hubungan kami lagi dan aku mempercayainya. Kami sudah dewasa dan
ia tidak akan meninggalkanku lagi karena jarak dan waktu…”
Cody
tertawa kecil. “Bodoh, kau percaya dengan janji macam itu?”
“Lebih
bodoh lagi jika aku percaya dengan janjimu.”
Semua
pengunjung Café Hampavala menatapku dan Cody bergantian. Aku tidak malu
berbicara seperti ini di muka umum dan tidak takut mereka menganggapku macam
macam karena hampir semua pengunjung Café ini mengenalku dan Cody. Kami sudah
bernyanyi disini semenjak SMP.
Cody
menghela nafas. “Jangan jadi orang bodoh menunggu seperti itu. Belum tentu dia
akan benar benar kembali.”
“Terserah
apa katamu. Tapi terima kasih sudah mencintaiku.”
“Aku
tak butuh kata katamu, yang kubutuhkan adalah kau.”
“Kau
bilang cinta itu tidak egois?”
“Tapi
kau bilang cinta itu harus diperjuangkan?”
“Ah,
aku tak bisa denganmu lagi. Aku sudah bersama Daniel.”
“Aku
akan menunggu.”
“Terserah
kau. Semoga kau bahagia, walau bukan denganku.” kataku sambil berjalan menuju
tangga di samping panggung.
“TUNGGU,
ALICE!” seru Cody. Aku tersentak lalu berbalik melihat ke arah Cody.
“What?” tanyaku sinis.
“Come back to me please…” pinta Cody
dengan sangat memelas.
“It’s
too late to come back.”
“No,
nothing’s too late to try. Just come back…”
Aku
tersenyum kecil lalu menatap Cody dengan penuh arti.
“We are never ever getting back together,
Cody.” kataku dengan tegas. Kulihat wajah Cody menjadi kikuk dan sangat
sangat kecewa. Aku lalu terkekeh dan turun dari panggung. Mengambil tasku lalu
menatap manager Café Hampavala yang merupakan temanku, Mr. Andrean.
Dia
tertawa kecil, “kau sangat berani, gadis!”
“Hahaha.
Aku tak bisa dengannya lagi.” kataku sambil tertawa.
“Bukannya
kau begitu mencintainya?” tanyanya heran. Selama aku sedang dalam masa masa
patah hati karena Cody, aku sering bernyanyi disini dan beberapa kali Mr.
Andrean menjadi tempat curhat colonganku. Lagi lagi aku tertawa.
“Waktu
berjalan dan semua ikut berubah. Aku pernah mencintainya, dulu. Tapi sekarang
tidak akan lagi…” kataku sambil tertawa. Ia hanya ikut tertawa denganku.
Tak
ada sedikitpun penyesalanku ketika benar benar melepaskan Cody. Aku mempunyai
Daniel-ku yang sedang berjuang di Jerman untuk masa depannya juga untuk masa
depanku, masa depan kami. Aku sadar, semua memang berubah dengan berjalannya
waktu. Tidak pernah ada kepastian yang benar benar pasti. Impian, perjuangan,
kehidupan, perasaan… Semuanya akan berubah dan tak ada yang sama walaupun kita
menjaganya sedemikian rupa.
Jarak
dan waktu. Kedua hal itu membuatku memutuskan untuk berubah dan pindah dari
Daniel ke Cody. Tapi seiring berjalannya waktu, aku bisa menentukan mana yang
terbaik untukku. Semua yang berubah membuatku lebih dewasa dan mulai bisa
membuat keputusan dan kepastian.
Cody Simpson.... Aku memang pernah mencintainya. Tapi entah kemana sekarang cinta itu
berada.
And we are never ever getting back together,
like ever.
Cirebon, August 17th 2012 from 18:55
until 20:02 p.m
For my dearest Taylor Swift and Speak Now
readers a.k.a Speakers.
Rizki Rahmadania Putri.
Thank you for the good writeup. It in reality used
BalasHapusto be a enjoyment account it. Look advanced to far delivered
agreeable from you! However, how can we communicate?
Also visit my web-site ... how to get guys to like you